Ringkasan Buku Tafsir Alkitab: Kitab Ulangan Pasal 12-34 (12-26)

 

A.    Identitas Buku                

Judul Buku                      : Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan pasal 12-34

Penulis                              : I.J. Cairns.

Kota                                  : Jakarta

Penerbit                            : BPK Gunung Mulia

Tahun Terbit                   : 2015

Jumlah Halaman             : 410 halaman

A.    Isi

ULANGAN 12-26

PIDATO MUSA II (KELANJUTAN TAHAP PERTAMA)

YANG BERBENTUK KODEKS ULANGAN

Dalam kitab Ulangan banyak kalimat, baik dalam Kita Perjanjian maupun dalam kodeks Ulangan, mirip dengan ketentuan-ketentuan dalam kodeks-kodeks hukum yang berasal dari Asia Barat Daya Kuno (ABDK).

Secara teologis ialah dalam perkembangan tradisi hukum di Israel, segenap hukum yang disusun dalam proses yang kusut dan yang berlangsung berates-ratus tahun lamanya, diakitkan dengan nama Musa, dan semuanya ditampilkan sebagai bahan hukum yang dinyatakan oleh YHWH kepada Musa dalam konteks peristiwa Sinai.

Tradisi YE menjelaskan bahwa selain ringkasan hukum berupa Dasa Sabda Etis (Kel. 20:2-17) dan Dasa Sabda Ritual (Kel. 34:14, 17-26), Tuhan juga memberikan suatu kodeks kecil, yang menjadi landasan untuk perjanjian Tuhan-Israel, yaitu “Kitab Perjanjian”.

Dalam pasal 12 bangsa Israel tidak diperbolehkan untuk beriibadat atau mempersembahkan korban, disembarangan tempat, tetapi harus ditempat khusus yang telah dipilih oleh Tuhan untuk membuat nama Tuhan tinggal disana, hal tersebut berakar dari dalam “hukum mezbah” (Kel. 20:24). Menurut para ahli, Ulangan 12 tidak dikarang sekaligus, tetapi disusun secara bertahap. Tujuan pokok pasal 12 ini secara keseluruhan adalah untuk menjaga kemurnian ibadat Yahwis: jangan sampai ibadat kepada YHWH itu menjadi tercampur dengan unsur-unsur kekafiran yag mengaburi pengertian umat tentang sifat-sifat YHWH.

Keluaran 20:24 berkata bahwa tempat ibadat yang sah ialah tempat dimana para nenek moyang dan keturunannya pernah bertemu dengan Allah dalam teofani-Nya. 12:8-12: Keteraturan Ibadah

 

Ayat 8: “Jangan melakukan …”

              Pengalimatan ayat 8 ini bersambung dnegan ayat 4, yakni mengantar suatu anjuran baru, supaya Israel membulatkan kesetiaanya kepada Tuhan, dengan menghindari segala bentuk ibadat yang bercampur dengan unsur-unsur asing.

              masing-masing beruat yang dipandangnya benar …” (harfiah: “segala sesuatu yang benar di matanya sendiri”). Pengalimatan yang sama terdapat di Hak. 17:6; 21:25. Menurut para ahli, Hak. 17-21 merupakan bahan tradisi dari bait kerajaan di Betel atau Dan (bnd. nada dalam 17:6 dan 21:25, yang memuji peranan raja sebagai stabilisator masyarakat dan kerajaan), yang disisipkan ke dalam edisi pertama Kitab Sejarah Deuteronomistis. Apakah Ul. 12:8b di sini merupakan koreksi terhadap Hak. 17:6; 21:25, yaitu bahwa kestabilan tidak tergantung pada raja, tetapi “kepada Tuhan, yang memberikan negeri yang dijanjikan itu kepada umat-Nya”. Bandingkan di sini nada “anti-kerajaan” atau “mencurigai kerajaan” yang termasuk ciri-ciri mazhab Ulangan.

              Istilah “berbuat segala sesuatu yang benar di matanya sendiri” dikontraskan dalam Ul. 12:25 dan selama Kitab Ulangan (bahkan selama Kitab Sejarah Deuteronomistis) dengan “melakukan apa yang benar di mata Tuhan” bnd. (Ul. 13:19; 21:9; 1 Raj. 11:38; 14:8; 15:5; 2 Raj. 10:30; dsb.). bagi mazhab Ulangan, “ yang benar di mata Tuhan” berarti “apa yang Dia nyatakan dalam tora-Nya”.

 

RENUNGAN XII (12:1-8)

              Gagasan supaya ibadat umat Tuhan dipusatkan di satu tempat, termasuk tema utama dalam pemikiran mazhab Ulangan tentang pembaruan agama di Israel. Tentunya usaha pemusatan ini mempunyai sejarah panjang. Dalam membaca pasal 12, kita perlu menyadari bahwa meskipun bahan yang disajikan seakan-akan merupakan amanat Musa pada abad ke-13 sM, suara yang sebenarnya adalah suara pengkhotbah mazhab Ulangan pada abad ke-7 sM. Pengkhotbah tersebut memandang kembali proses sejarah bangsanya, dalam pada itu dia menilai sejarah itu pada umumnya sebagai suatu proses penyelewengan saja. Ada tiga implikasi yang dapat ditarik dari perikop yang kita bahas tentang pemusatan ibadat ini, yaitu:

 

a.    Ada hubungan dinamis bersifat timbal balik yang berlangsung terus antara ibadat dan firman Tuhan yang tertulis. Kita yang menikmati hasil resmi dari proses itu, berhak dan bahkan berkewajiban mamakai Alkitab sebagai standar yang mengukur tepat-tidaknya ibadat yang berlangsung masa kini.

b.    Dari segi tertentu boleh dikatakan bahwa kaum Lewi yang peranannya ditekankan oleh mazhab Ulangan, berfungsi sebagai kaum pendeta di tengah-tengah umat Tuhan. Adanya jabatan pendeta dan penatua di gereja, memang tidak timbul secara kebetulan, tetapi termasuk karunia yang Tuhan tentukan demi tertib-teraturnya ibadat dan kepercayaan.

c.    Walaupun “Sinode” dan ‘Sidang Raya” tidak disinggung dalam pasal 12, dapat dikatakan bahwa badan-badan gerejawi yang demikian menjadi suatu “pemusatan tradisi kepercayaan” ibadat di satu tempat, sehingga boleh dipandang sebagai penjamin standar yang Tuhan karuniakan seperti yang diidamkan oleh mazhab Ulangan.

 

ULANGAN 12:29 – 25 :19: PERINCIAN KODEKS ULANGAN

12:29-32: Peringatan Terhadap Ibadah Yang Sesat

Aya 29: “melenyapkan” (harfiah: “mengerat”).

            Istilah ini biasanya dipakai dengan manusia sebagai subjek, dan berarti “memusnahkan” musuh-musuh dalam perang (Hak. 4:24; 1 Sam. 24:22; 1 Raj. 11:16). Dalam ayat 29 ini, Tuhanlah yang “mengerat” penduduk asli Kanaan (bnd. juga 19:1; Yos. 23:4; 1 Sam. 20:15, supaya Israel boleh “mewarisi” tanah mereka. Agaknya penggunaan kata demikian termasuk perbendaharaan istilah berkenaan dengan “perang YHWH”).

 

13:1-5: Masalah Nabi Palsu

            Masalah “nabi palsu” menjadi soal yang urgen bagi umat yang harus hidup menurut firman Allah. Firman tersebut diberikan sebagai penyataan definitif melalui Musa pada masa lampau, dan selanjutnya diterapkan terus-menerus dalam situasi yang selalu berkembang, oleh rentetan nabi yang menjadi pengganti Musa turun-temurun (lih. Lebih jauh Ul. 18:15-22). Para teolog di Israel terpaksa menggumuli persoalan: bagaimana cara memastikan bahwa nabi tertentu benar-benar diutus oleh YHWH, sedangkan nabi tertentu yang lain lagi tidak diutus oleh-Nya? Dalam hal ini mereka mengusulkan beberapa prinsip yang dapat dipakai sebagai ukuran:

1.    Mengingat bahwa Tuhan adalah mahakudus sehingga murka-Nya bernyala-nyala terhadap ketidakbenaran, dan mengingat pula bahwa umat-Nya selalu cenderung pada pemberontakan yang justru membangkitkan murka itu, maka maklumlah kalau nabi-nabi yang benar-benar diutus oleh Tuhan cenderung membawa berita anacaman malapetaka.

2.    Kalau hal yang dinubuatkan oleh “nabi” itu benar-benar terjadi, hobi itu termasuk nabi benar (Ul. 18:22).

3.    Kalau “nabi” itu mengajak umat Tuhan supaya berakti kepada allah lain selain kepada Tuhan, “nabi” itu tidak benar, meskipun pemberitaannya disertai tanda-tanda yang terjadi juga.

4.    Menurut Yeremia, nabi benar ialah nabi yang “hadir dalam dewan musyawarah Tuhan” (Yer. 23:18,22).

13:6-11: Bujukan Yang Menyesatkan

Ayat 6: Orang-orang yang disebut di sini pastilah dirasakan oleh pendengar sebagai manusia yang paling dekat kepadanya:

            “Saudaramu laki-laki, anak ibumu”. Ada yang menafsirkan saudaramu laki-laki yang tercinta”, da nada yang melengkapi: “saudaramu, anak bapamu atau anak ibumu”. Bujukan-bujukan orang yang begitu dekat pastilah menyiksa. Namun dituntut dengan dengan tegas di sini bahwa umat itu harus menempatkan kasihnya terhadap Tuhan tinggi di atas kasihnya terhadap manusia, manusia yang paling dekat sekalipun (bnd. perkataan Tuhan Yesus: “Barangsiapa yang mengasihi bapanya atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku”, Mat. 10:37-39).

13:12-18: Kota Yang Menjadi Sesat

Ulangan 13:1-11 menguraikan tentang masalah pribadi yang murtad. Dalam perikop 13:12-18, yang diuraikan malah murtadnya kota dengan segenap penduduknya. Jelaslah dari sejarah Israel (khususnya Israel Utara) bahwa Israel menduduki beberapa kota Kanaan yang sudah ada sejak dahulu kala. Bahwa kota yang demikian dapat menyeleweng dari Yahwisme yang sejati menjadi kemungkinan yang nyata. Pengkhotbah anggota mazhab Ulangan tidak bersifat peramah tentang kemungkinan ini, tetapi menbjadi saksi langsung tentang sinkretisme yang mengancam pada zamannya sendiri.

RENUNGAN XIV (12:29 – 13:18)

            Di atas (Renungan VIII) sudah disinggung adat “penumpasan” yang menurut bayangan teologis mazhab Ulangan patut dikenakan kepada penduduk kafir di tanah Kanaan. Maksudnya adalah demi terjaganya kemurnian iman kepercayaan umat akan Tuhannya supaya ibadat dan teologi umat itu jangan kena noda pengaruh kekafiran itu.

            Dalam bagian ini (12:29 -13:18) dianjurkan supaya “pemumpasan” itu berlaku bukan hanya atas anasir yang mengancam agama Israel dari luar, melainkan juga atas pihak yang menyerobot dari dalam. Ada disebutkan tiga contoh “musuh dari dalam” itu, yaitu:\

a.    Mengenai “nabi”. Pada tahun-tahun belakangan ini, sudah terbaca tentang adanya beberapa aliran “kharismatik” yang sesat, yang berhasil membujuk ribuan orang.

b.    Mengenai saudara-saudara. Pada masa kini barangkali masih ada anggota keluarga yang mengajak orang beriman supaya mengikuti ajaran sesat. Godaan dari pihak keluarga itu lebih sering terjadi secara tidak langsung.

c.    Mengenai masyarakat. Bukan hanya pribadi-pribadi yang mendatangkan godaan atas orang beriman, melainkan kelompok-kelompok juga dapat berbuat demikian.

 

Ulangan 26:1-15: PENUTUP KODEKS ULANGAN

26:1-11: Mempersembahkan Hasil Pertama

            Ternyata bahwa 26:1-11 mengandung dua unsur yang tidak dipersatukan secara sempurna. Menurut ay. 4, imamlah yang menerima bakul berisi bahan persembahan, serta meletakannya di depan mezbah Tuhan. Sedangkan menurut ay. 10b, pembawa persembahan sendirilah yang meletakkan persembahannya itu dihadapan Tuhan.

Adanya dua unsur ini memperlihatkan bahwa 26:1-11 tidak dikarang secara serentak, melainkan merupakan hasil proses penggabungan. Jadi, anggota mazhab Ulangan menyusun ay. 1-2 dan 5-11,  kemudian tangan kedua menyisipkan ay. 3-4, dengan tujuan untuk menekankan peranan imam sebagai pengatur korban dan persembahan di rumah Tuhan, mengingatkan bahwa (sebagaimana sudah ditekankan pada 18:4) imam orang Lewi berhak ats persembahan hasil pertama umat Israel.

 

 

26:12-15: Persembahan Persepuluhan

            Menurut ay.12, persepuluhan harus diserahkaan dalam tahun yang ketiga, sedangkan kesan dari ay. 1-11 ialah bahwa hasil pertama diserahkan tiap-tiap tahun.

 

RENUNGAN XXXIII (26:1-15)

Bagi bangsa Israel, persembahan hasil pertama menjelang panen, tidak hanya merupakan pengucapan terima kasih atas berkat yang diperoleh tahun demi tahun, namun merupakan pengakuan bahwa Perjanjian/janji Allah sudah disampaikan.

Posting Komentar

0 Komentar