Kedaulatan Allah Mengenai Penderitaan dalam Konteks Kitab Ayub (Pembahasan & Penutup)

 

BAB III

PEMBAHASAN

1.      Penderitan

Pengertian peneritaan

Penderitan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefiniskan sebgai keadaan yang menyedihkan yang harus di tanggung.

Penderitaan sebagai sutau keadaan ketidaknyamanan yang berat karena suatu peristiwa yang mengancam keutuhan atau integritas seseorang.[1]

 Penderitaan adalah fakta yang bukan universal, tetapi seoalah-olah abadi. Penderitaan senantiasa mengiringi dan mengikuti setiap gerak dan langkah manusia yang hidup

 

 

A.    Pandanga ALkitab tentang penderitaan

 

a.      Pilihan & Panggilan Tuhan

 Rasul Paulus menulis: "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk dia. (Fil.1:29).

Rasul Paulus sudah sering menderita seperti dipenjara, dipukuli, dll (2 Kor 11: 23-28). Semua penderitaan ini tentunya BUKAN karena Pilihan sendiri atau Akibat Dosa ataupun Ujian Iman tetapi lebih karena akibat dari Panggilan Tuhan utk dirinya utk memberitakan injil, (Menderita = suffer =                        pas'-kho, path'-o, pen'-tho))

 Rasul Petrus juga menyatakan kebenaran  bahwa penderitaan sebagai panggilan. Dia menulis: "Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya". (1Pet.2:21) (Menderita = suffer =                        pas'-kho, path'-o, pen'-tho))  ada beberapa ayat yang menujukan mengena penderitaan "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita" (II Tim.2:9)

"... Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini..." (II Tim.1:12)

"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus" (II Tim.2:3)

"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal... sabarlah menderita" (II Tim.4:5).

jika kita setuju bahwa penderitaan yang dialami Abraham, Ayub, Yusuf dll adalah ujian iman dari Tuhan maka, kita mestinya juga setuju bahwa penderitaan merupakan sebuah alat bagi Tuhan dan termasuk bagian dari „Big Plan‟ nya Tuhan untuk menyempurnakan Abraham, Ayub dan Yusuf dll untuk mencapai kesempurnaan panggilan mereka.

Jadi penderitaan juga merupakan bagian dari desain/rancangan Allah bagi kebaikan kita, agar kita teruji seperti gunanya ujian bagi anak2 sekolah, yang didesain oleh pendidik/sekolah untuk para siswa agar menjamin penguasaan materi pelajaran yang diajarkan.

b.      Penderitaan adalah harga yang harus dibayar

Setiap yang mengikut Yesus harus memikul salib yaitu ada harga yang harus di bayar dalam  (Mat 10:38)  dan dalam luk. 9: 23 barang siapa mengikut Yesus harus menyangkal dirinya.  Jadi, dari perkataan Yesus  terlihat dengan sangat jelas adanya keharusan dalam penderitaan, yang merupakan harga yang harus dibayar oleh setiap pengikutNya yang sejati Dalam hal ini penderitaan bisa dimaksud dengan penyangkalan diri yaitu keinginan daging, kesombongan/keangkuhan hidup, keinginan mata, karena kita tidak bisa pungkiri bahwa kita masih hidup didunia ini dan mempunyai daging yang terus menuntut kenikamatan dll Bahkan memikul salib yang diartikan bahwa setiap hari kita memikul kematian kita bahwa bukan kita lagi yang hidup melainkan Kristus yang hidup didalam kita, penderitaan selanjutnya disebabkan dunia menolak kita, karena dunia juga menolak Yesus maka dunia juga menolak kita, penderitaan karena ditolak,dicela, dianiaya dan dikucilkan bahkan difitnah segala yang jahat,

c.       Penderitaan merupakan suatu syarat

Penderitaan merupakan syarat menuju kedewasaan/kesempurnaan rohani dan masuk dalam kerajaan Allah  Seperti  yang dinyatakan  dalam Kisah 14:22 Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan   menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara. Dalam Roma 8:17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris,   maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Jika menderita bersama dengan Kristus maka mendapat ahli waris ilahi    

 

B.     Penderitaan Yang Dialami Oleh Ayub

            Dari Ayub 1:1 dengan jelas dikatakan siapakah Ayub itu. Alkitab dengan jelas mencatat bahwa Ayub adalah seorang yang saleh, jujur, hidup takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.  Dari lesaksian Alkitan itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Ayub memiliki relasi yang baik dengan Allah dalam hidupnya. Hidup yang demikian ia jalani dengan didasari atas pengenalanya akan Allah. Bahkan dalam ayat 4 dan 5, menunjukkan bahwa Ayub adalah imam yang baik bagi keluarganya dan menjadi contoh bagi keluarganya. Dia menginginkan hidup keluarganya berkenan kepada Allah dan dia tidak ingin ada dosa yang mungkin tersembunyi sekalipun dalam keluarganya. Oleh karena itu dia selalu memberikan korban untuk menebus kesalahan dan dosa anak-anaknya. Sungguh Ayub telah menunjukkan hidup benar dihadapan Allah. Secara ekonomi, Ayub adalah orang terkaya di antara orang sezamannya yang ada disebelah timur di tanah Us. Hal ini tentu membuat kedudukannya dalam kehidupan sosial pada masa itu sebagai orang terpandang dan dihormati.

            Akan tetapi, hanya dalam waktu yang sekejap, kehidupan Ayub berubah, ketika Iblis ingin membuktikan kemurnian iman Ayub kepada Allah. Maka dengan seijin Tuhan, Iblis menimpakan malapetaka kepada anak-anak Ayub (1:19), hartanya, bahkan diri Ayub sendiri. Semua anak-anaknya mati dalam waktu yang bersamaan, dan semua hartanya habis dalam waktu sekejap. Tidak hanya itu, Iblis dengan keangkuhannya menimpakan penyakit yang menyiksa Ayub.[2]

 

 

2.      Kedaulatan

a.      Kedaulatan Allah Dalam Kehidupan Manusia

Berbicara tentang kedaulatan Allah, mengarah kepada hak Allah dalam rencana-Nya, tindakan-Nya dan segala sesuatu yang Ia lakukan dalam kehidupan manusia.  Allah sebagai pencipta alam semesta dengan segala isinya, memiliki hak mutlak untuk mengatir kelangsungan kehidupan yang ada dalam alam semesta ini. Ia juga yang menciptakan manusia, dengan rencana, rancangan dan tindakanNya yang bersifat mutlak. Oleh karena itu, Ia memiliki hak dan kedaulatan yang mutlak atas kehidupan manusia. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia terjadi menurut kehendakNya dan atas ijinNya. Alkitab berkata dalam Yesaya 45:7 “yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang,Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini. Sekalipun manusia memiliki kehendak, keinginan, rencana dalam hidupnya, namun yang terjadi adalah seturut kehendak Tuhan (Amsal 16:9). Tidak ada sesuatupun yang terjadi, tanpa sepengetahuan Allah.Kebahagiaan, penderitaan, sehat, sakit, kelahiran, kematian, semua itu merupakan proses yang harus dilalui semua manusia sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan.

b. Kedaulatan Allah menurut Kalvinis

 Allah Menetapkan Segala Sesuatu Premis dasar dari Kalvinisme menegaskan bahwa Allah yang berdaulat adalah Allah yang menetapkan segala sesuatu. Dengan kata lain, setiap perbuatan, tindakan, maupun pikiran semua makhluk hidup, telah ditetapkan oleh Allah sebelumnya. Ini adalah premis dasar dari Kalvinisme. Untuk membuktikan bahwa Kalvinis sungguh percaya seperti itu, kita akan melihat kutipan pengajaran berbagai tokoh Kalvinis. [3]John Gill berkata, “Pendeknya, segala sesuatu tentang semua individu di dunia, yang pernah ada, yang ada, atau yang akan ada, semuanya sesuai dengan dekrit-dekrit Allah, dan menurut pada dekrit-dekrit itu; lahirnya berbagai manusia ke dalam dunia, waktu terjadinya, semua hal-hal yang terjadi berhubungan dengan itu; semua peristiwa dan kejadian yang dialami manusia, sepanjang hidup mereka; tempat tinggal mereka, posisi mereka, panggilan hidup mereka, dan pekerjaan mereka; kondisi mereka berhubungan dengan kekayaan dan kemiskinan, kesehatan dan penyakit, kesulitan dan kemakmuran; kapan mereka akan meninggalkan dunia, dan semua hal yang berkaitan dengan itu; semuanya sesuai dengan rencana dan kehendak Allah.” (Penambahan penekanan oleh saya) Semua orang Kristen lahir baru percaya bahwa Allah memiliki rencana dalam hidup tiap-tiap individu. Semua orang percaya yakin bahwa waktu kelahiran ataupun kematian ada di tangan Tuhan. Semua orang beriman juga mengakui bahwa segala hal yang dia nikmati dalam hidupnya adalah berkat-berkat Tuhan. Tetapi Kalvinis tidak puas sampai di situ. Kalvinis menegaskan bahwa semua yang terjadi dalam hidup seseorang, termasuk tindakannya, pikirannya, kesukaan-kesukaannya, pilihan-pilihannya, semuanya telah ditetapkan oleh Tuhan sejak

kekekalan dalam dekrit-dekrit rahasia. Untuk memastikan bahwa benar inilah yang dipercayai Kalvinis, kita lihat lagi beberapa kutipan. Budi Asali berkata, “Karena itu kalau kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan segala sesuatu.”[4]Berkhof memperjelas posisi Reformed: “Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi...” [5](Penambahan penekanan oleh saya) Sampai di sini kita perlu berhenti sebentar dan bertanya kepada Kalvinis: “Apakah segala sesuatu yang dimaksud di sini benar-benar berarti segala sesuatu?” Pertanyaan ini penting, karena Kalvinis sering memiliki interpretasi sendiri mengenai kata “segala” atau “semua.” Ketika Alkitab mengatakan bahwa Yesus mati bagi “semua manusia,” Kalvinis bersikukuh bahwa “semua” yang dimaksud adalah “semua orang pilihan.” Janganjangan, maksud Kalvinis adalah bahwa Allah menetapkan “segala sesuatu yang pilihan saja.” Tetapi kita dipuaskan oleh para Kalvinis bahwa memang mereka percaya Allah menetapkan segala sesuatu tanpa kecuali. David West berkata, “Allah menetapkan sejak awal segala sesuatu, baik yang beranimasi (bergerak/hidup), maupun yang tidak beranimasi (diam/mati). DekritNya mencakup semua malaikat, baik yang baik maupun yang jahat.”[6] Tow dan Khoo memperjelas: “Dengan kuasa yang tak terbatas dan hikmat yang tak terbatas, Allah telah sejak kekekalan lampau, memutuskan dan memilih dan menetapkan segala peristiwa yang terjadi tanpa kekecualian, sampai dengan kekekalan yang akan datang.”5 Melanchthon menghilangkan segala keraguan kita dengan berkata bahwa “Segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan ilahi; bukan hanya pekerjaan-pekerjaan yang kita lakukan secara eksternal, tetapi bahkan juga pikiran-pikiran yang kita pikirkan secara internal.”[7]

 

 

SEBAGAI KEKUATAN DALAM MENGHADAPI PENDERITAAN

AYUB 2: 9-10

            Dalam bagian ini, penulis akan memaparkan pengertian dari iman, melihat penderitaan yang dialami Ayub dengan meneliti latar belakang Ayub, melihat kedaulatan Allah yang mengatur kehidupan manusia, dan tanggapan Ayub dan istrinya atas penderitaan yang mereka alami dari eksposisi teks dengan memperhatikan latar belakang kitab Ayub sendiri dan latar belakang teks Ayub 2:9-10..

 

BAB IV

Penutup

 

Kesimpulan

            Tuhan berdaulat atas segala hal,karena Allah yang berkuasa atas semuanya, Dia yang menciptakan semua dan yang berkuasa atas semuanya, tidak ada yang bisa menggagalkan rencanma-Nya. Dengan pemahaman yang benar akan kedaulatan Allah dalam hidupnya, maka sesorang yang percaya akan dapat mengerti setiap proses yang akan dia jalani yang baik dan buruk. Orang percaya sejati harus mempersiapkan diri untuk diuji oleh Allah melalui kesengsaraan dan juga menerima yang baik dari tangan-Nya Mempercayai Allah tidaklah berarti bahwa Dia senantiasa akan membebaskan kita dari kesulitan, demikian pula kesetiaan kepada Allah tidak menjamin kemakmuran dan keberhasilan.

Dalam kisah Ayub yang harus dilakukan dan dimiliki oleh orang percaya adalah, apapun yang dihadapi, harus tetap berpegang pada imannya kepada Tuhan yang empunya kedaulatan mutlak. Allah berdaulat atas penderitaan Ayub Karena Alah berdaulat atas hidup Ayub. Tetapi dibalik semunya itu Tuhan punya rencana yang indah untuk Ayub, Tuhan ingin Ayub lebih dewasa dalam pengenalan akan Tuhan. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk bertahan dalam penderitaan karena siapa yang bertahan akan mendapat mahkota kehidupan. Jadi saat mengalami penderitaan yang harus dilakukan adalah berharap kep[ada Tuhan, karena Tuhan yang berkuasa dan yang berdaulat atas semunya.

 

Saran

            Dengan pembahasan diatas, maka penulis menyampaikan saran kepada pembaca supaya:

1.      Setiap orang percaya harus memiliki ketaatan, persekutuan dengan Allah, dan hidup dengan penuh kesalehan seperti Ayub

2.      Setiap orang percaya harus menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa ada saatnya, hidup tidak selamanya berada dalam situasi yang menyenangkan. Adakalanya kesulitan, penderitaan dan persoalan dihadapi sebagai proses untuk semakin memurnikan iman.

3.      Jangan pernah mempersalahkan Tuhan akan setiap keadaan yang dihadapi, melainkan tetaplah berfikir positif akan keadilan dan kedaulatan Tuhan.

4. Tetap percaya akan rencana Tuhan yang tak pernah gagal.

 

 

Daftar Pustaka

 

Swindol Charles.Ayub (jakarta barat:nafiri gabriel, 2009

 

Abineo.pelayanan orang yang berduka (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993

 

Suharjo, meraih kekuatan penyembuhan diri yang tak terbatas( Jkarta: Gramedia Pustaka Utama.

 

john Gill, A Body of Doctrinal and Practical Divinity (Paris: Baptist Standard Bearer, 1987

Budi Asali, dalam “Kedaulatan / penetapan Allah dan Kebebasan / tanggung jawab manusia,” artikel yang didapatkan penulis lewat email.

Berkhof Louis,.Systematic Theology, hal 100,

 

David S. West. dalam “The Baptist Examiner Forum II,” The Baptist Examiner, 18 Maret 1989.

 

Marie. Ayub.  Jakarta:Bpk Gunung Mulia.2016.

 

Hassel Bullock.Kitab-Kitab Puisi. Malang:Gandum Mas, 1998.



[1] Dr..JB suharjo, meraih kekuatan penyembuhan diri yang tak terbatas( Jkarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011) 4

[2] Charles R.swindoll, Ayub (jakarta barat:nafiri gabriel, 2009) hal11

[3] john Gill, A Body of Doctrinal and Practical Divinity (Paris: Baptist Standard Bearer, 1987), hal. 174. 3

 

[4] Budi Asali, dalam “Kedaulatan / penetapan Allah dan Kebebasan / tanggung jawab manusia,” artikel yang didapatkan penulis lewat email.

[5] Louis Berkhof, Systematic Theology, hal 100,

[6] David S. West, dalam “The Baptist Examiner Forum II,” The Baptist Examiner, 18 Maret 1989, hal. 5

 

Posting Komentar

0 Komentar