BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam pemahaman manusia, bahwa setiap orang yang hidup benar dihadapan Tuhan
akan hidup dalam kebahagiaan dan bagi orang yang hidup tidak benar serta jauh
dari Tuhan akan hidup menderita. Namun dalam kenyataan hidup, terkadang ditemui
bahwa orang yang hidup tidak benar, jauh dari Tuhan, tidak takut akan
Tuhan, hidup dengan berlimpah materi, mengalami kebahagiaan. Sebaliknya
justru ada orang yang hidup benar dihadapan Tuhan, takut akan Tuhan, mengalami
hidup yang berat dan menghadapi penderitaan dalam hidupnya. Salah satu contoh
yang terjadi adalah pengalaman hidup Ayub. [1]
Sebenarnya
penderitaan itu ditunjukan kepada orang benar atau orang yang hidpnya tidak
benar, Dunia memandang penderitaan sebagai suatu yang harus dihindari,
penderitaan adalah kesengsaraan hidup dan bukankah kita sekolah, bekerja dll
supaya kita tidak sengsara, maka dapat dikatakan bahwa dunia menolak
Penderitaan
Pandangan sebagian pemimpin
Rohani, bahwa penderitaan dalam hidup orang Kristen itu umumnya hanya ada
penyebab penderitaan dunia katakana yaitu
kesalahan misalnya salah memilih jodoh, salah jalan, salah memilih
pekerjaan dll, lalu Dosa, karena melakukan dosa maka Tuhan mendisiplin kita
bisa dikatakan juga penderitaan merupakan ujian Tuhan, Seperti Ayub, Abraham, Yusuf misalnya diuji Allah.
Banyak orang akan mengajukan pertanyaan, ketika mendapati orang yang benar
hidupnya justru menderita. Hal ini karena anggapan yang sudah melekat pada
pemikiran manusia bahwa orang yang hidup benar, baik, jujur, dan memiliki
relasi yang dekat dengan Tuhan akan menikmati kehidupan yang baik dan bahagia.
Dengan anggapan ini, orang akan sulit menerima keadaan yang sulit, dan
cenderung mempersalahkan Tuhan serta kecewa dengan keadaan yang dia alami. Ayub
merupakan pribadi yang benar pada zamannya. Penderitaan Ayub merupakan gambaran penderitaan yang lengkap sebagi
gambaran penderitaan yang dapat dialami manusia. Kedudukan adalah proses yang
penerimanya membutuhkan waktu dan aktivitas penerimaan yang tidak mudah
diterima.[2]
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah makalah ini
adalah?
1.
Apakah itu Penderitaan?
2.
Bagaimana pandangan Ayub terhadap penderitaan yang dialami?
3.
Bagaimana kedaulatan Allah terhadap kehidupan manusia?
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penulisan karya tulis
ini adalah:
1.
Untuk menjelaskan penderitaan?
2.
Untuk menjawab pandangan Ayub
terhadap penderitaan yang dialami?
3.
Untuk menjawab
kedaulatan Allah terhadap kehidupan manusia?
BAB II
Landasan Teori
Kitab Ayub
Latar
Belakang Kitab
Kitab Ayub adalah salah satu kitab nabi dalam
Perjanjian Lama yang terdiri dari 42 pasal. Akan tetapi menurut Blommendaal
kitab Ayub yang asli hanya terdiri dari 2 pasal saja, yaitu pasal 1,2 dan
42:7-17 sedangkan selebihnya adalah tambahan bahan dalam bentuk puisi dan
berisikan pembicaraan antara Ayub dan teman-temannya (pasal 3-42:6)
Kitab Ayub termasuk dalam Sastera Hikmah (Hikmat) sehingga kitab ini
tidak mempunyai hubungan dengan sejarah Israel. Kitab Ayub bukanlah kitab
yang berasal dari Israel melainkan berasal dari Edom. Hal ini dapat dibuktikan
dengan pemakaian bahasa dalam penulisannya menggunakan bahasa Semitis Selatan
dan juga terasa pengaruh bahasa Aram di dalamnya. Diduga kitab ini ditulis
sesudah masa pembuangan. Sedangkan menurut Alkitab Penuntun, tempat
terjadinya peristiwa adalah di tanah Us yang kemudian menjadi wilayah Edom yang
terletak di bagian tenggara laut mati/sebelah utara Arabia.[3]
Sehinga latar belakang kitab Ayub bersifat
Arab dan bukan Ibrani.]Para sarjana sekular percaya bahwa bagian
pengantar dan penutup dari kitab ini yang merupakan kerangkanya disusun untuk
menempatkan puisi sentralnya ke dalam bentuk prosa "kitab rakyat"
seperti yang diungkapkan oleh para penyusun Jewish Encyclopedia (Ensiklopedia
Yahudi). Di dalam prolog dan epilog, nama Allah adalah Yahweh, sebuah nama yang
bahkan digunakan oleh orang-orang Edom.
Penulis Kitab Dan Waktu Penulisan
Ada
banyak pendapat yang mengemukakan tentang
pengarang dari kitab Ayub. Dua
tradisi Talmud mengatakan bahwa Ayub hidup di masaAbraham atau Yakub.
Lewi ben Lahma mengatakan bahwa Ayub hidup di masa Musa, yang kemudian
menulis Kitab Ayub itu sendiri. Yang lainnya berpendapat bahwa Ayub sendirilah
yang menulis kitab ini, atau Elihu atau Yesaya. Dari bukti-bukti
internal, seperti misalnya kesamaan perasaan dan bahasa dengan apa yang
ditemukan dalam Kitab Mazmur dan Amsal (Mazmur 88 dan
89), maraknya gagasan tentang "hikmat," dan gaya serta sifat
komposisinya, diduga bahwa kitab ini telah ditulis pada masa
Raja Daud dan Raja Salomo.
Akan tetapi, ada sumber yang
berpendapat lain tentang tanggal penulisan kitab ini. Dua tanggal penting yang
dicatat adalah :Tanggal kehidupan Ayub sendiri dan peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam kitab ini, dan tanggal penulis kitab ini yang diilhamkan.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa Ayub sendiri hidup sekitar zaman Abraham (2000
SM) atau sebelumnya. Fakta-fakta yang penting adalah : Ayub masih hidup
selama 140 tahun setelah peristiwa-peristiwa dalam kitab ini (42:16) yang
menunjukan jangka hidup yang hampir 200 tahun. Kekayaannya dihitung
dari jumlah ternak (1:3 dan 42:12). Pelayannaya sebagai imam dalam keluarganya
seperti Abraham, Ishak dan Yakub (1:5). Sistem keluarga pimpinan ayah
menjadi kesatuan sosial mendasar seperti pada zaman Abraham (1:4-5,
13). Serbuan orang-orang Syeba (1:15) dan orang-orang Kasdim (1:17) yang
cocok dengan zaman Abraham. Seringkali (31 kali) penulis memakai nama yang
dipakai para patriarkh bagi Tuhan, yaitu Shaddai (Yang Maha
Kuasa). Tidak ada petunjuk sama sekali kepada sejarah Israel atau hukum
Musa sehingga memberi kesan tentang zaman pra-Musa (1500 SM).[4]
Tujuan
Penulisan Kitab
Tujuan Kitab Ayub adalah memberikan
penjelasan tentang keadilan Tuhan bagi orang benar. Penderitaan yang dialami
oleh Ayub merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami menurut konteks keagamaan
pada waktu itu. Konsep tradisional mengajarkan bahwa ketaatan akan membawa
berkat (1:1-3), sedangkan ketidaktaatan menghasilkan
kutukan. Aliran hikmat menekankan sifat Tuhan yang transendens,
yang penuh rahasia dan rasa takut dan gentar pada diri manusia apabila manusia
berhadapan dengan kuasa Tuhan itu. Dalam kerangka pikir seperti inilah Ayub dan
tiga orang sahabatnya bergumul tentang keadaan Ayub. Bagi Ayub yang tidak
merasa bersalah (bdk. 1:5; 10:7; 13:18, 23; 27:5; 31:1-40), penderitaannya
tampak sebagai sesuatu yang tidak adil. Sebaliknya, para sahabat Ayub dengan
yakin menuduh Ayub telah berbuat dosa tertentu (bdk. 4:7-8).[5]
[1] Charles R.swindoll, Ayub (jakarta barat:nafiri gabriel, 2009) hal 1-2
[2] Dr.Jl.Ch. Abineo, pelayanan orang yang berduka (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993),3
[3] Marie, Ayub ( Jakarta:Bpk
Gunung Mulia,2016)hal. 26-27
[4] Hassel Bullock,
Kitab-Kitab Puisi, (Malang:Gandum Mas, 1998)hal, 95-96
[5] Ibid hal 94
0 Komentar