BAB 1
PENDAHULUAN
- Latar
belakang
Masa
muda merupakan masa dimana usia seseorang secara psikologis bersatu
kedalam masyarakat dewasa, mereka enggan menyatakan bahwa dirinya berada
dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sejajar atau sama dimana
mereka mencara jati dirinya. Remaja menganggap bahwa dirinya memiliki kemampuan
yang sama dengan orang dewasa, memandang dirinya sebagai individu yang dapat
mandiri dan dihargai dalam segala hal, Masa muda juga merupakan masa dimana anak muda mencari jati
diri, mereka melakukan banyak cara untuk dapat menemukan jati diri mereka.
Saat ini gereja mengalami
pergumulan mengenai pembinaan rohani, bahwa pembinaan rohani anak-anak
cenderung bukan ditangani oleh keluarga-keluarga Kristen. Kesibukan orang tua
dan kurangnya pemahaman mereka akan Firman Tuhan sering menjadi alasan.
Akibatnya pembinaan rohani anak seringkali dibebankan kepada gereja. Namun yang
menjadi permasalahannya adalah gereja menganggap pelayanan kepada anak
merupakan pelayanan yang tidak terlalu
penting dan belum tentu pembinaan sekolah minggu merupakan tujuan utama
para hamba-hamba Tuhan. Banyak anak dari
keluarga yang belum percaya justru menjadi alat untuk membawa keluarganya
mengenal Kristus. Dan saat ini gereja mengalami Krisis generasi dimana
gereja-gereja memiliki sedikit jumlah
pemuda remaja yang ada di gereja. Hidup atau mati gereja itu bias juga dilihat
dari jumlah remaja pemuda.
Dalam Kitab Markus 10 : 14
dikatakan bahwa :“ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada
mereka : Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi
mereka, sebab orang-orangyang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”.
Inilah adalah teguran Tuhan Yesus
kepada Murid-murid-Nya yang menghalang-halangi anak-anak datang kepada Yesus.
Tuhan Yesus hendak menegaskan bagaimana posisi anak-anak dalam Kerajaan Allah,
bahkan dikatakan anak-anak adalah pemilik dari Kerajaan Allah. Oleh sebab itu
sepatutnyalah orang-orang yang memahami secara benar Firman Allah di atas memberikan
pelayanan, pembinaan dan perhatian kepada anak-anak.Sebab di mata Tuhan Yesus
anak-anak ini sangat berharga, dibuktikan dengan adanyawaktu yang diberikan
Yesus kepada anak-anak tersebut untuk berinteraksi semasa Yesus melayanidi muka
bumi ini.[1]
Menjadi murid Kristus kaum muda harus bisa membuktikan
kepribadian kaum muda yang sesungguhnya, kaum muda harus bisa bersaksi atas
sabda Yesus
Kaum muda harus mampu mewartakan sabda yesus ini dan harus bisa menjadi saksi
di tengah-tengah Dunia. Hobi dan kesenangan mereka inilah yang akhirnya
menciptakan masalah seperti : Narkoba, mabuk-mabukan, pelecehan seksual dan
lain-lain. Masalah-masalah inilah yang menutup kaum muda akan kehidupan
rohanih, dan mengelapkan.
Kehidupan kaum muda dalam lingkungan masyarakat tak pernah lepas dari masalah.
Permasalahan-permasalahan yang muncul selalu bersumber dari sikap kaum muda
yang tidak mampu menyesuiakan diri dengan lingkungan hidupnya. Meski kadang
permasalahan itu muncul dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak kehhidupan
kaum muda.
Dalam menghadapi masalah kaum muda
lebih cenderung mengambil keputusan sesuai dengan hobi dan kesenangan mereka.
Kaum mauda tidak mengambil keputusan yang sesuai dengan norma dan hokum.
Keputusan yang sesuai dengan kemauan mereka inilah yang membawa mereka ke
lembah kehancuran.
Permasalahan itu juga muncul akibat rendahnya pendidikan di kalangan kaum muda,
rendahnya pendidikan ini yang mengakibatkan kaum muda miskin akan pengetahuan,
miskin akan pengertian, kaum muda tidak menjadikan dirinya sebagai contoh di
tengah-tengah masyarakat, kaum muda yang seharusnya menjadi tulang punggung,
kaum muda yang menjadi harapan kini tidak bisa membuktikan identitas kaum muda
yang sesungguhnya. Kehadiran globalisasi tidak hanya melahirkan krisis dalam
hidup kaum muda terutama dalam pencarian identitas iman mereka, tetapi juga bahwa
kaum muda sebagai harapan masa depan Gereja dan masyarakat berada dalam
disposisi yang tidak menentu. Artinya, di satu pihak kehadiran globalisasi
menguntungkan kaum muda terutama dalam mewujudkan segala harapan dan cita-cita
mereka sekaligus dapat memperluas relasi mereka dengan orang lain, tetapi di
lain pihak “globalisasi” membuat kaum muda berada dalam kesulitan untuk mencari
makna identitas diri mereka.
Rumusan
Masalah
1. Seberapa penting peran kaum
muda bagi gereja?
2. Bagaimana peran gereja terhadap
kaum muda?
3. Bagaimana meneyelesaikan
masalah kaum muda dalam Gereja ?
Tujuan
Masalah
Rumusan
Masalah
1.
Untuk Mengetahui seberapa kontribusi kaum muda bagi gereja?
2. Untuk
mengetahui peran gereja terhadap kaum muda?
3. Untuk meneyelesaikan masalah
kaum muda dalam Gereja
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Gereja dan Anak Muda
1.1.Gereja
Kata Gereja berasal dari bahasa
Portugis Igreya dan dalam bahasa
Yunani ekklesia yang berarti jemaat yang dipanggil keluar dari
dunia menjadi milik Tuhan. Dapat pula dikatakan bahwa gereja berasal dari Tuhan
dan manusia hanyalah penyelenggara ataupun utusan yang menjalankan gereja di
dunia. Gereja adalah institusi yang ada di dunia tetapi bukan dari dunia.
Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya yang ditebus oleh darah Yesus
Kristus dan menjadi miliki Allah demi kemuliaan-Nya.
Gereja dimaksudkan untuk menjadi
rumah doa bagi segala bangsa dan membangun jembatan untuk memberkati dunia ini
dan bukannya tembok pemisah yang membuat diri sendiri terkurung serta membuat
kasih Allah tidak tampak bagi dunia ini. Manusia adalah utusan yang mewartakan
kasih Allah tersebut. Gereja harus bisa menyuarakan firman Allah agar nama-Nya
disembah di seluruh bumi. Kebenaran-Nya harus diberitakan diantara segala
bangsa dan suku-suku bangsa. Gereja harus mewujudkan kesaksiannya kepada dunia.[2]
Gereja haruslah mempersiapkan para
saksi yang mewartakan kasih Allah tersebut. Gereja ( sebagai sebuah lembaga )
harus mempersiapkan para saksi ini dengan memperlengkapi berbagai ajaran-ajaran
seperti yang telah Yesus ajarkan. Misi bagi gereja terambil dalam Matius
28:18-20. Jadikanlah semua bangsa
murid-Ku berarti tidak memandang semua suku bangsa, ras, warna kulit, bahkan
usia. Ajaran-ajaran Tuhan Yesus wajiblah juga disampaikan kepada anak-anak
karena anak-anak tersebut berhak menjadi saksi yang mewartakan kasih Allah bagi
dunia. Kata ajarlah berarti gereja mempunyai tugas untuk mengajar para orang
percaya yang telah dibaptis, yang harus diajarkan kepada mereka adalah tentang
Yesus sendiri yaitu tentang apa yang telah Ia lakukan.
1.2.Tugas dan Panggilan Gereja
Gereja bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan alat untuk
menyatakan kemuliaan Allah. Ada tiga aspek dari gereja yang harus mendapatkan
perhatian penting oleh gereja sendiri. ketiga aspek tersebut adalah koinonia (
persekutuan ), marturia ( kesaksian ), dan diakonia ( pelayanan ). Pelayanan
gereja berjalan dengan baik dan sesuai dengan maksud Tuhan yang empunya gereja
bila memperhatikan ketiga aspek tersebut ( segi institusional, segi ritual, dan
segi etis ).[3]
Miller sebagaimana yang dikutip oleh Boehlke ( hlm. 692 ) menyatakan bahwa
gereja memiliki enam fungsi, yaitu :[4]
·
Gereja sebagai persekutuan yang beribadah.
·
Gereja adalah persekutuan yang menebus. Artinya kebutuhan
dasar para anggotanya terpenuhi dan hubungan yang terputus dapt dipersatukan
serta disembuhkan kembali.
·
Gereja sebagai persekutuan belajar mengajar. Gereja
menyediakan kesempatan belajar bagi orang dari segala usia. Dalam gereja, orang
mencari jawabna dari Injil terhadap pertanyaan yang ditimbulkan oleh pengalaman
hidup.
·
Gereja adalah persekutuan yang peduli akan kebutuhan orang
lain yang terutama sakit, miskin, lemah, dan kesepian. Gereja berusaha melayani
siapapun, khususnya yang paling hina dan lemah.
·
Gereja adalah persekutuan yang ingin membagikan iman
kepada orang yang belum menerima kabar baik. Dengan mendukung usaha ini, warga
gereja mengaminkan amanat Tuhan yang bersifat am.
·
Gereja adalah persekutuan yang bekerja sama dengan
kelompok lain. Kerjasama ini dapat dilakukan sesama orang Kristen atau berbeda
agama demi pendidikan, untuk tujuan hak asasi manusia, keadilan sosial,
perdamaian dengan masyarakat setempat, dan perdamaian antar bangsa.
·
Gereja adalah pengajar anak-anak. Pengajaran muncul dari
kerygma untuk mengasuh anak-anak yang
masih kecil di dalam iman. Sejauh anak-anak memperoleh pendidikan budaya dalam
suatu kerangka sekuler, maka perlu ditolong untuk memahami iman Kristen. Asuhan
kepada anak-anak mencakup pengungkapan implikasi-implikasi Injil, dimana
tercermin cerita-cerita yang dipakai dan dalam pemilihan ayat-ayat Alkitab yang
akan ditekankan.[5]
Pendidikan Kristen perlu memandang gereja sebagai pusat lingkungan asuhan
Kristen sehingga muncullah dengan jelas suatu tanggung jawab untuk memberikan
si anak suatu rasa aman yang dasariah yang menjadikannya bagian dari suatu
persekutuan yang penuh dengan pengertian.
1.2 Istilah Kaum Muda
penggolongan usia kaum muda itu sendiri.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kaum muda mencakup anak-anak usia
dari umur 15 sampai 24 tahun. Sedangkan menurut undang-undang Perkawinan RI,
tahun 1974, kaum muda meliputi para muda mudi yang sudah melewati umur kanak-kanak
dan belum mencapai umur yang oleh undang-undang diperbolehkan menikah.
Singkatnya, undang-undang ini melihat bahwa yang disebut kaum muda dari segi
usia berarti mereka yang diperbolehkan menikah, misalnya: pemuda minimal
berumur 19 tahun dan pemudi minimal berumur 16 tahun. Tetapi, ada juga yang
mengatakan bahwa kaum muda adalah mereka yang berusia 13 sampai dengan 30 tahun
dan belum menikah sambil tetap memperhatikan situasi dan kebiasaan tempat
masing-masing
1.3.Gereja dan Pemuda Remaja
Sekolah minggu dapat dikatakan tabungan untuk masa depan [6]
karena sekolah minggu juga merupakan suatu jenis pendidikan non formal yang
diberikan kepada anak-anak yang berguna untuk pengembangan spiritual dan
karakter anak. Pelayanan sekolah minggu ini sangat berguna bagi gereja karena
anak-anak inilah yang akan melanjutkan kepemimpinan gereja masa yang akan
datang. Itulah sebabnya pendidikan kepada anak-anak sangat penting ( Yoh. 21 :
15-19 dan Ul. 6:6-7 ).
Sulit bagi sebuah gereja
bertumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat, kalau pelayanan sekolah minggu
tidak terurus. [7]
1.5. Tujuan Pemuda Remaja
Tujuan
pokok pendidikan Kristen, termasuk di dalamnya pendidikan anak adalah
memperlengkapi warga jemaat agar dapat mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah
dalam Yesus Kristus sambil menantikan penggenapannya. ”Our metapurpose as
Christian religious education is to lead people out to the Kingdom of God in
Jesus Christ.”[8]Tujuan
ini perlu dijabarkan dalam konteks masa kini yang kongkret dan tertentu, agar Kerajaan
Allah tidak sekadar sebagai slogan melainkan hidup secara nyata dan jelas.
Dalam pendidikan anak, para guru mengajarkan tentang kepekaan sosial dan juga
sikap cinta alam perlu dibiasakan sejak masa kanak-kanak agar ikut serta
membentuk kepribadian. Begitu juga dengan era globalisasi yang tak dapat
dihindari oleh siapa pun dengan pesatnya perkembangan teknik komunikasi, era
pasar bebas, perkembangan iptek, dan lain-lain. Maka anak yang akan hidup
sebagai orang dewasa pada abad ke-21 ini membutuhkan iman dan kepribadian
Kristen yang dapat menghadapi dunia globalisasi. Untuk itu, anak-anak
membutuhkan pendidikan iman yang tangguh dalam hidup sehari-hari dalam era
globalisasi ini.
Dalam pengajaran anak
Sekolah Minggu dilakukan untuk memperkenalkan tiga hal, yaitu:
-
Kasih Tuhan dalam kehidupan mereka dan dalam dunia ini.
-
Tradisi yang dikenal oleh gereja dimana anak-anak menjadi bagian dari jemaat.
-
Supaya mereka berperilaku kristiani, mendasarkan hidup mereka pada Firman,
seperti toleran, sopan, dan sebagainya. Sebab perilaku kristiani tidak datang
secara otomatis.
Dalam mencapai hal di atas, maka dibutuhkan sumber
daya manusia yang terpanggil dan terampil, kurikulum dan metode pengajaran yang
sesuai dengan kebutuhan/konteks anak, ruangan khusus Sekolah Minggu beserta
materi yang relevan secara kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Inilah yang
menjadi tugas gereja yang menjamin berlangsungnya pelayanan terhadap anak
tersebut.
Tujuan pendidikan agama
Kristen kepada anak-anak menurut Homrighausen dan Enklaar adalah:[9]
a.
Anak mengenal Allah sebagai pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan Yesus
Kristus sebagai penebus, pemimpin dan penolong mereka.
b.
Mereka mengerti akan kedudukan dan panggilan mereka selaku anggota-anggota Gereja
Tuhan, dan suka turut bekerja bagi perkembangan di bumi ini.
c.
Mereka mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan mengasihi mereka sendiri.
d.
Mereka insaf akan dosanya dan selalu mau bertobat, minta ampun dan pembaruan
hidup pada Tuhan.
e.
Mereka suka belajar terus mengenai berita Alkitab, suka ambil bagian dalam
kebaktian jemaat, dan suka melayani Tuhan di segala lapangan hidup
[1]
Robert J. Keeley, Menjadikan anak-anak
kita bertumbuh Dalam Iman ( Founding Member CBA Indonesia, 2009 ) 37.
[2]
Bagus Surjantoro, Hakekat Gereja (
Obor Mitra Indonesia,2003 )27-33
[3] Emanuel
Gerrit Singgih, Reformasi dan
Transformasi Pelayanan Gereja (Yogyakarta:Kanisius, 2002) 25-27
[4] Dien
Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik ( Yogyakarta:Andi,2009) 28-29
[5] Iris V. Cully, Dinamika
Pendidikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006)147.
[6]
Ayub Yahya, Menjadi Guru Sekolah Minggu
Yang Efektif ( Yogyakarta : FootPrints, 2011) 19.
[7]
Ibid,19-20.
[8] Thomas H. Groome, Christian Religious
Education: Sharing our Story and Vision (San Francisco, Harper &
Row, 1980) 35.
[9] E.G. Homrighausen &
I.H. Enklaar, Op. Cit.122.
0 Komentar