BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daud merupakan anak bungsu dari Isai yang biasanya mengembalakan dua tiga kambing domba milik keluarga mereka. Walaupun dari latar belakang keluarga yang bisasa-biasa saja, namun Tuhan memiliki rencana lain atas kehidupannya sehingga ia akhirnya menjadi seorang prajurit kerajaan. Karena Daud disertai Allah dan Saul sang raja tidak lagi disertai-Nya karena dosanya, Saul merasa jengkel dan iri hati kepada Daud sehingga ia berniat untuk membunuhnya. Tapi Daud melarikan diri kebeberapa daerah hingga akhirnya ia pergi ke kesebuah daerah tempat para imam yang bernama Nob.[1]
Nob adalah sebuah tempat dimana para imam-imam tinggal disana, dimana pada waktu itu bait Allah berada di sana. Ia berjumpa dengan para imam yang tinggal di daerah itu. Ia pergi kepada mereka dan berharap dapat memperoleh makanan dari pada mereka. Ia berada dalam keadaan kelaparan dan tidak tau harus kemana untuk pergi mencari makanan. Namun ketika Daud datang kepada para imam untuk meminta persediaan makanan, tidak ada pada para imam makanan apapun, yang terdapat dari pada mereka hanyalah roti sajian atau yang biasa disebut Roti Kudus.
Dalam Perjanjian lama roti kudus yang dipersembahkan dalam Tabernakael sebagai roti unjukan hanya boleh dimakan oleh para imam di suatu tempat yang kudus dalam Tabernakel, dan selain para imam tidak seorangpun yang diperbolehkan untuk memakannya. Jika Daud dan para pengikutnya tidak memperoleh makanan dari para imam itu, dari manakah mereka akan mendapat makanan? Namun roti itu hanyalah diperbolehkan untuk para imam saja. Ketika Daud meminta dari roti sajian itu, untuk dirinya dan untuk para pengikutinya. Tetapi imam yang waktu itu bertugas yaitu Ahimelekh menjawabnya katanya “roti ini boleh diberikan kepada para pengikutnya asal para orang-orang yang mengikutinya menjaga kekudusan”. Walaupun para pengikut telah menjaga kekudusan, tetapi mereka bukanlah imam dan bukan keturunan Lewi, sehingga mereka seharusnya tidak diperbolehkan memakannya. Tapi jika mereka tidak memakannya, mereka bisa mati kelaparan sebab tidak ada pada mereka bahan makanan apapun.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Roti Sajian
Dalam bahasa Ibrani roti sajian biasa disebut sebagai lekhem happanim, yang berarti ‘roti dihapan wajah’ yaitu wajah Allah. Dinamakan demikian karena roti ini diletakkan secara khidmat sebagai persembahan dihadapan Tuhan. Yang dibuat dari jelai tepung terbaik yang diolah menjadi roti bundar dengan takaran berat dua persepuluh efa, yang disusun pada meja roti sajian.[2] Roti itu diolah dengan cara dibakar dalam api dan diolah tanpa ragi. Roti ini tidaklah di potong dalam cara memakannya, namun hanya dipecah-pecahkan saja. Semakin lama roti ini disimpan, maka akan menjadi kering dan akan semakin mudah untuk dipecah-pecahkan.
Meja roti sajian itu terbuat dari kayu penaga dengan ukuran dua hasta panjangnya, satu hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya yang disalut dengan emas murni dan terdapat dua bingkai emas, yang mana bingkai pertama dibuat sekeliling atas meja tersebut dan bingkai kedua lebarnya setapak tangan dibuat keliling pada jalur pinggir meja tersebut. Pada meja tersebut dibuat empat gelang yang diletakkan pada keempat ujung sudutnya dekat jalur kepinggirnya, sebagai tempat kayu pengusung supaya meja tersebut dapat diangkut. Panjang kayu pengusung tersebut tidaklah disebutkan dalam kitab Keluaran, Alkitab hanya menyebutkan bahwa kayu pengusung tersebut disalaut dengan emas murni. [3]
Bentuk dari meja tersebut ditiru dalam bait suci Herodes. Roti tersebut berjumlah dua belas yang diletakkan sebelah menyebelah dengan enam tingkatan disetiap susunnya. Roti itu ditempatkan pada kemah suci pada ruangan kudus. Selain roti sajian, diatas meja roti itu juga terdapat beberapa perkakas yakni: pinggannya, cawannya, kendinya dan pialanya; yang mana dipakai untuk persembahan curahan dan semua perkakas itu terbuat dari emas murni.
Roti sajian dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, merupakan roti kudus yang di unjukkan dalam kemah Tabernakel. Dimana roti ini hanya diperuntukkan untuk para imam-imam yang bekerja dalam kemah suci tersebut. Roti itu terdapat dua belas buah yang diletakkan di atas meja roti sajian oleh para imam dimana hanya orang-orang Lewilah yang mengurusnya, yaitu dari Bani Kehat. Setiap hari sabat, para imam harus meletakkan roti baru yang masih panas, sedangkan roti yang lama merupakan jatah para imam-imam dan roti itu harus dimakan di suatu ruang yang kudus.
Roti kudus ini menjadi sutu peringanatan akan perjanjian Allah dengan kedua suku Israel.[4] Perjanjian ini mengingatkan bangsa Israel agar mereka mengingat akan Tuhan yang selalu memberi makanan kepada manusia dan bahwa manusia harus mempersembahkan hidupnya bagi Allah. Pada alas roti itu dibubuhi kemenyan tulen yang menjadi bagian ingat-ingatan (le’azkara) dan menjadi korban bakaran bagi Allah.
B. Pengertian Kekudusan
Istilah yang dipakai dalam kata kudus adalah “godosy” dan “qadesy” yang berasal dari bahasa ibrani dan “hagios” dalam bahasa Yunani. Pengudusan atau ‘sanctification’ menunjuk kepada istilah dalam bahasa Ibrani yaitu kata kerja ‘qadash’ yang berarti ’menyucikan’. Kata ‘qadash’ dianggap berhubungan dengan istilah ’khadash’ yang berarti ‘bersinar’. Istilah ‘qadash’ berasal dari akar kata ‘qad’ yang berarti ‘memotong’. Penggunaan istilah ini dalam perspektif agama menunjuk kepada arti “adanya pemisah yang menghubungkan dengan TUHAN dengan kedudukan istimewa, yaitu persatuan atau persekutuan dengan-Nya”.
Pengudusan dalam arti itu menekankan adanya pemisah kepada Allah yang olehnya ada penyucian dan kesucian atau kekudusan hidup dengan kualitas rohani, etika serta moral yang berlandaskan hubungan dengan Allah.
Dalam Perjanjian Baru, penyucian diistilahkan dengan bahasa Yunani “hagioz” yang berasal dari kata ‘hagios’. Secara teologis istilah ini dihubungkan dengan pengudusan, istilah ini dapat diartikan dengan ‘tindakan Allah oleh peneguhan Roh Kudus yang memisahkan orang percaya yang telah diselamatkan-Nya dari dosa’.[5]
Ada terdapat beberapa istilah kudus dalam perjanjian baru yang dapat dipakai untuk sebuah benda maupun sebuah relaasi. Digunakan dalam sebuah benda ketika kata kudus ini dipakai dalam tempat kudus, bait suci, dan sebagainya. Kata kudus juga dipakai dalam menjelaskan sifat ke-Allahan yang kudus adanya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kepribadian Daud Dan Latar Belakang Kehidupannya.
Daud mempunyai ketujuh saudara dan ia adalah anak bungsu. Namun dalam kitab 1 Samuel hanya disebutkan ketiga nama dari saudara-saudara Daud, yaitu: Eliab, Abinadab, dan Syama. Lain dari pada saudara-saudaranya, Daud disuruh menggembalakan dua-tiga kambing domba milik keluarganya sedangkan ketiga kakak tertuanya dianggakat sebagai prajurid oleh raja Saul. Sedangkan keempat kakaknya yang lain tidaklah disebutkan bahkan diceritakan dalam Alkitab. Cerita tentang Daud pertama kali muncul ketika nabi Samuel datang ke Betleham untuk pergi ke rumah Isai untuk mengurapi seorang anaknya untuk menjadi seorang raja dan ternyata dari kesekian anaknya Daulah yang dipilih Tuhan.
Pertamakali Samuel datang kerumah Isai dan melihat Eliab, ia berfikir “Sungguh di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang di urapi-Nya.” Dan TUHAN berfirman kepadanya bahwa jangan melihat perawakannya yang tinggi, sebab Eliab ini seorang yang bagus perawakannya karena ia adalah salah satu tentara raja Saul. Bahkan Abinadab dan Syama pun juga tidak dipilihnya. Padahal mereka adalah tentara-tentara Saul, sampai ketujuh saudara Daudpun tidak ada yang dipilih. Samuel bertanya kepada Isai apakah hanya ini anak-anak Isai? Namun Isai berkata bahwa masih ada anaknya yang bungsu yang sedang berada di ladang untuk menggembalakan kambing domba. Akhirnya Daud dipanggil dan pulang ke rumahnya dan Tuhan memilih Daud yang kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya yang elok. Setelah Samuel bertemu dengan Daud, Samuel mengambil tanduk yang berisi minyak dan mengurapinya, Daud di urapi menjadi raja didepan para saudara-saudaranya dan sejak waktu itu Roh TUHAN seterusnya berkuasa atas Daud.
Kehidupan Daud mulai di ceritakan ketika Saul sang raja tidak lagi taat kepada Tuhan dengan mempersembahkan korban kepada Tuhan ketika orang Filistin datang untuk menyerang orang Israel. Saul mengambil tindakan yang bodoh dengan mempersembahkan korban itu sendiri tanpa menunggu Samuel datang. Sejak saat itu Roh Tuhan undur dari padanya dan ia sering diganggu roh jahat. Ketika roh jaat itu hinggap padanya ia menjadi tidak tenang dan merasa terganggu sehingga para pelayannya menyarankan untuk memanggilkannya seorang yang pandai memainkan kecapi bagi raja.
Sejak itu Daud sering kali dipanggil oleh raja untuk memainkan kecapi bagi Saul di istana ketika Saul merasa tertekan. Selain pandai memainkan kecapi Daud juga merupakan seorang yang pandai memainkan seruling dan memiliki kemampuan berperang karena sering malawan binatang buas yang mengancam ternak yang dijaganya, sehingga ia berani melawan Goliat ketika ia pergi kepada kakak-kakaknya. Ia melawan Goliat bukan dengan pedang dan tombak, namun hanya dengan ketapel dan tongkat. Daud mengambil dari dasar sungai lima batu licin dan menyimpannya dalam kantongnya. Ketika berperang melawannya, ia mengambil batu itu dan mengumbannya kearah Goliat dan sambil berseru dalam nama Tuhan. Sehingga batu itu mengenai kepalanya dan masuk terbenam dalam dahinya dan Goliat terjerumus jatuh ke tanah. Daud mengambil pedang Goliat dan memenggal kepalanya.
Setelah hal itu berlangsung, Daud selalu ikut berperang dalam berbagai peperangan dan Tuhan selalu menyertainya. Segala peperangan salalu dimenangkan Daud dan bahkan ia mengalahkan para musuhnya lebih dari yang Saul kalahkan. Ketika pulang berperang rakyat mengagungkan nama Saul dan Daud, namun mereka berkata bahwa Saul mengalahkan beribu-ribu tetapi Daud berlaksa-laksa. Sehingga dengan demikian Saul menaruh iri hari kepada Daud karena ia lebih unggul dari padannya bahkan Daud lebih terkanal dari pada Saul dan ia mulai beriktiar untuk membunuhnya. Sampai ketika Daud sedang memainkan kecapi, roh jahat itu datang kembali kepada Saul sehingga ia melemparkan tombak yang ada di tanggannya kepada Daud untuk membunuhnya. Tetapi Daud berhasil luput dan melarikan diri keluar istana. Ketika dilihatnya bahwa Saul gagal membunuh Daud ia menjauhkan Daud dari hadapannya dan memberikan Daud kedudukan pemimpin seribu orang. Namun ketika dilihat Saul bahwa Daud semakin berhasil, makin takutlah Saul kepada Daud namun orang banyak makin suka kepada Daud bahkan akhirnya Daud menjadi menantu Saul walaupun ia sempat di tipu masalah istrinya. Dan akhirnya lagi-lagi Saul kembali menyerang Daud dan lagi-lagi Tuhan meluputkannya dari tangan Saul, dan sejak itu ia melarikan diri hingga sampai di Nob.
Nob merupakan tempat pertama pelarian Daud dari Salomo. Ada yang berpendapat bahwa Daud pergi ke Nob untuk diperlengkapi, yaitu untuk diperlengkapi sebagai raja. Yang dimaksudkan diperlegkapi disini ialah diperlengkapi secara rohani dan jasmani.
Diperlengkapi secara rohani, dimana ia menerima roti kudus yang sebenarnya hanya boleh dimakan oleh para imam saja. Sebelum mendapatkannya Daud sendiri berkata bahwa ia dan orang-orangnya selalu manjaga kekudusan. Sehingga Daud bisa dikatakan berhak untuk menerima roti kudus itu, karena untuk menerima roti kudus itu dibutuhkan kekudusan.
Selain meminta roti kudus kepada imam Ahimelekh, permintaan kedua Daud ialah sebuah senjata. Diamana ia mendapatkan pedang Goliat yang mana telah ia gunakan untuk memenggal kepalanya ketika mereka berperang.
Walau dalam keadaan terdesak dan dalam pelarian seperti itu Daud tetap memiliki jiwa yang agung, dimana ia tidak mengumpulkan kekuaatan pasukan yang dapat ia gunakan untuk memberontak terhadap Saul. Jika di lihat dalam 1 Samuel 18: 5, 13 mengatakan bahwa Daud mengepalai pasukan pejuang-pejuang yang unggul dan yang berjumlah ribuan, seperti yang ayat 13 katakan bahwa ia mengepalai pasukan seribu. Tetapi dalam kekuasaannya itu ia tidak menggunakan pengaruhnya dalam mempengaruhi dan mengajak para tentara yang berada dalam kuasanya itu untuk memberontak. Dua atau tiga orang yang menyertainya itu kemungkinan adalah salah seorang dari saudaranya atau pembantunya. Daud tidak berniat untuk menyusun kekuatan untuk memberontak, dia hanya ingin melarikan diri dan membiarkan Tuhan yang membalas kesalahan Saul dan kejahatannya.[6] Bahkan ketika dalam berbagai ceritanya walaupun Daud memiliki kesempatan untuk membunuh Saul, namun Daud tidak mau membunuhnya bahkan menjamahnya saja ia tidak mau. Sebab pikirnya ia tidak ingin mencelakai orang yang di urapi Tuhan, walaupun waktu itu Roh Tuhan sudah undur dari pada Saul.
B. Latar Belakang Peristiwa di Nob.
Nob adalah nama tempat di Israel dekat kota Yerusalem, yang sepertinya terletak lebih dekat dengan Bahurim, dekat Bukit Zaitun atau kemungkinan lebih jauh di utara Tell Shuafat. Daerah ini kemungkinan merupakan milik pusakan suku Benyamin, mengingat Yerusalem berada pada perbatasan antara tanah pusaka suku Benyamin dan suku Yehuda. Disana Daud bertemu dengan Ahimelekh dan meminta roti padanya.
Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Daud sengaja berkata yang tidak benar kepada Ahimelekh, sebagai sesuatu usaha yang keliru untuk melindungi Ahimelekh, atau karena Daud curiga kepada Doeg, yang mengawasinya. Doeg merupakan seorang Edom yang dikhususkan untuk melayani Tuhan, ia adalah seorang pegawai Saul yang ditugaskan sebagai pengawas atas gembala-gembala Saul.[7] Doeg merupakan seorang penghianat yang berbahaya, bahkan dikatakan ia ikut membunuh para imam di Nob atas perintah Saul.
Pemberitahuan Doeg tentang kehadiran Daud di Nob bahkan pertemuannya dengan Ahimelekh membuat dan mendoroang Saul untuk bertindak. Sehingga ketika Ahimelekh muncul di depan Saul, Saul langsung menuduhnya bahwa ia mengadakan persekongkolan dengan Daud dan Saul menolak mendengar pembelaan yang menyedihkan tetapi benar dari Ahimelekh. Akhirnya Saul memerintahkan untuk memenggal kepala para imam, namun tidak ada seorangpun yang mau melakukannya. Sehingga dia mendesak Doeg untuk melaksanakan pembunuhan itu.
Pertama-tama Doeg melakukan pemarangan terhadap para imam dan dilanjutkan dengan penduduk lainnya bahkan sampai akhirnya ia menumpas semua ternak yang ada di daerah Nob. Apa yang seharusnya dilakukan Saul terhadap daerah Nob, seharusnya ialakukan terhadap Agag dan orang Amalek tetapi ia malalah melakukan hal ini kepada bangsanya sendiri. Sasaran utama kebencian Saul sebenarnya telah melarikan diri, yakni salah seorang anak Ahimelekh, Abyatar, yang lolos dari pembantaian tersebut dan melaporkannya kepada Daud. Kejadian waktu itu mereka sedang berada di hutan dengan situasi pelarian. Dengan kedatangan Abyatar, Daud kembali menerima tanggung jawab atas pembantaian di Nob dan menawarkan perlindungan kepada Abyatar.
C. Daud Dan Para Pengikutnya.
21:1 Sampailah Daud ke Nob kepada Ahimelekh, imam itu. Dengan gemetar Ahimelekh pergi menemui Daud dan berkata kepadanya: "Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau? 21:2 Jawab Daud kepada imam Ahimelekh: "Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya kepadaku: Siapapun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh kepadamu dan yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku telah kusuruh pergi ke suatu tempat. 21:3 Maka sekarang, apa yang ada padamu? Berikanlah kepadaku lima roti atau apapun yang ada." 21:4 Lalu jawab imam itu kepada Daud: "Tidak ada roti biasa padaku, hanya roti kudus yang ada; asal saja orang-orangmu itu menjaga diri terhadap perempuan." 21:5 Daud menjawab imam itu, katanya kepadanya: "Memang, kami tidak diperbolehkan bergaul dengan perempuan, seperti sediakala apabila aku maju berperang. Tubuh orang-orangku itu tahir, sekalipun pada perjalanan biasa, apalagi pada hari ini, masing-masing mereka tahir tubuhnya." 21:6 Lalu imam itu memberikan kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di sana kecuali roti sajian; roti itu biasa diangkat orang dari hadapan TUHAN, supaya pada hari roti itu diambil, ditaruh lagi roti baru. 21:7 Maka pada hari itu juga ada di sana salah seorang pegawai Saul, yang dikhususkan melayani TUHAN; namanya Doeg, seorang Edom, pengawas atas gembala-gembala Saul. 21:8 Berkatalah Daud kepada Ahimelekh: "Tidak adakah padamu di sini tombak atau pedang? Sebab baik pedangku maupun senjataku, tidak dapat kubawa, karena perintah raja itu mendesak." 21:9 Kemudian berkatalah imam itu: "Pedang Goliat, orang Filistin, yang kaupukul kalah di Lembah Tarbantin, itulah yang ada di sini, terbungkus dalam kain di belakang efod itu. Jika engkau hendak mengambilnya, ambillah; yang lain tidak ada, hanya ini." Kata Daud: "Tidak ada yang seperti itu; berikanlah itu kepadaku."[8]
Dalam cerita ini dikatakan bahwa saat Daud bertemu dengan Ahimelekh ia hanya seorang diri saja dan tidak ada seorangpun yang bersama-sama dengan dia. Namun ia meminta lima roti kepada para imam untuk dirinya dan orang-orang yang bersama dengan dirinya. Ia berkata kepada imam itu bahwa memang raja memerintahkan dirinya untuk pergi seorang diri saja, karena pentingnya tugas itu. Padahal ia sedang berada dalam pelarian dimana Saul beriktiar untuk membunuhnya karena iri hari dengan Daud.
Imam yang sedang bertugas waktu itu yaitu Ahimelekh bertanya kepada Daud, mengapa ia seorang diri saja. Namun pada waktu itu Daud berbohong kepada Akhimmelakh bahwa ia berada dalam suatu misi rahasia pahahal ia sedang melarikan diri dari pada Saul yang hendak membunuhnya. Karena kebohongan itu, Ahimelekh menjadi salah dalam menarik kesimpulan ketika memahami perkataan Daud, mengenai pelarian dan keadaannya. Sebenarnya apa yang dikatakan Daud kepada Ahimelekh tidaklah dapat dibenarkan. Sehingga dapatlah diketahui bahwa berdasarkan alasan yang salahlah Daud memperoleh roti sajian dan juga memperoleh pedang Goliat.
Dalam Injil Matius 12: 3-4 Tuhan Yesus menyebutkan peristiwa Daud tentang roti sajian tersebut, bukanlah untuk membenarkan kelicikan Daud, tetapi untuk menjelaskan sifat hakiki dari Hukum Taurat. Tuhan Yesus berusaha untuk menekankan bahwa disamping kekerasan dan ketegasan dari peraturan-peraturan Hukum Taurat, pada hakikatnya Hukum Taurat diberikan demi kesejahterahan manusia.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Ahimelekh adalah sesuatu yang baik, dimana ia meninggalkan hukum Imamat dan melaksanakan perintah yang lebih tinggi untuk mengasihi sesama manusia. Dalam Injil Markus 2:26 menyebutkan bahwa peritiwa ini terjadi pada zaman Abiatar menjabat sebagai seorang imam besar di Nob. Pernyataan ini dilandaskan pada ingatan penyalinan di mana Ahimelekh dikacaukan dengan putra Abiyatar. Dalam hal ini bisa juga bahwa sang putra bertindak sebagai rekan kerja ayahnya seperti yang telah dilakukan oleh putra-putra Eli dalam kitab Samuel.
Tuhan Yesus mengacu pada peristiwa yang terjadi dalam Injil Matius 12:3-4; Injil Markus 2:25; dan Injil Lukas 6:3-5 untuk menunjukkan bahwa ketika kewajiban seremonial dan moral bertabrakan dan menjadi suatu kasus tertentu, maka yang harus dilakukan ialah mendahulukan kewajiban moral dan kewajiban seremonial harus mengalah dan dikesampingkan dahulu. Imam besar harus mengutamakan kehidupan Daud yang pada waktu itu sangat kelaparan dengan memberikan kepadanya roti kudus agar kehidupan dan para pengikutnya. Dalam hal ini Imam besar berani mengorbankan peraturan seremonial dan lebih mengutamakan kewajiban moral. Jika ia mengedepankan peraturan seremonial, maka Daud dan orang-orangnya tidaklah diperbolehkan mengambil bahkan memakan roti kudus itu.[9]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Walaupun dalam keadaan yang terdesak dan sebagainya, Daud tidak menggunakan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki untuk menghakimi atau membalas tindakan yang dilakukan Saul kepadanya. Namun ia tetap sabar dalam pelariannya dan membiarkan Tuhan yang melakukan penghakiman dan penghukuman kepada Saul.
Dalam pelariannya ke Nob, sebenarnya apa yang dikatakan oleh Daud adalah salah ketika ia meminta roti kepada imam Ahimelekh. Karena ketika ditanyai oleh Ahimelekh mengapa ia sendirian, ia berkata bahwa ia sedang dalam suatu tugas penting, padahal ia sedang dalam pelarian karena Saul hendak membunuhnya. Walau dalam kondisi seperti apapun, berbohong adalah sesuatu yang salah dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Kedatangan Daud ke Nob membawa suatu masalah besar bagi para imam dan penduduk daerah Nob. Karena setelah Doeg melaporkan kedatangan Daud ke sana, Saul menganggap bahwa Ahimelekh bersekongkol dengan Daud. Saul menjadi marah dan tidak mau mendengarkan penjelasan Ahimelekh, kemudian ia menyuruh memenggal kepala para imam bahkan sampai kepada pembantai penduduk bahkan ternak di Nob.
Bisa dikatakan kedatangan Daud ke Nob untuk memperlengkapi dirinya, baik secara jasmani maupun secara rohani. Secara rohani, ia menerima roti kudus dan salah satu syarat untuk menerima roti kudus adalah menjaga kekudusan. Secara jasmani di Nob Daud mendapatkan pedang Goliat, musuh yang pernah ia kalahkan.
Hukum Taurat diadakan untuk memberikan kedamaian kepada manusia, walaupun dalam pelaksanaannya Hukum Taurat memberikan peraturan-peraturan yang keras dan tegas. Ketika seseorang berada dalam keadaan yang terdesak dan harus memperhitungkan mana yang harus dilakukannya antara kewajiban seremonial dan kewaiban moral, maka hendaklah orang tersebut lebih memilih dan mendahulukan kewajian moral.
DAFTAR PUSTAKA
https://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=Roti%20Sajian dikses hari jumat, 15 Maret 2019.
Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison. 2004. Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Lama: Kejadian-Ester. Malang: Gandum Mas.
Abineno, J.L.Ch. 2003. Tafsir Alkitab: Surat Efesus. Jakarta: Gunung Mulia.
Rowlwy, H.H. 2004. Ibadad Israel Kuno. Jakarta: Gunung Mulia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Roti_sajian diakses hari kamis, 2 Mei 2019 pukul 17:05
Hadiwiyata. A.S. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.
https://pemuda.stemi.id/reforming_heart/kehidupan-mengembara-daud-daud-di-nob-dan-gat diakses pada hari kamis, 11 April 2019 pada pukul 20:12
Bergant, Dianne dan robert J. Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.
[1] Bergant, Dianne dan robert J. Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 277.
[4] Hadiwiyata. A.S. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 109.
[5] Abineno, J.L.Ch. 2003. Tafsir Alkitab: Surat Efesus. Jakarta: Gunung Mulia. Hal. 4.
[6] https://pemuda.stemi.id/reforming_heart/kehidupan-mengembara-daud-daud-di-nob-dan-gat diakses pada hari kamis, 11 April 2019 pada pukul 20:12
[7] Bergant, Dianne dan robert J. Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 291.
[8] Alkitab bahasa Indonesia Perjanjian Lama Teremahan Baru.
[9] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison. 2004. Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Lama: Kejadian-Ester. Malang: Gandum Mas. Hal. 780.
0 Komentar