PRO & KONTRA GEREJA TERHADAP LGBT
(SUATU
KAJIAN DARI PERSPEKTIF TEOLOGIS DAN PENDEKATAN PASTORAL)
Esa Kristian
George Gadrin
Abstrak
LGBT
(Lesbian Gay Biseksual Transeksual) menjadi isu yang hangat di
kalangan masyarakat terlebih ketika pernyataan dari banyak negara yang
melegalkan praktek tersebut dalam negaranya. Hal ini menjadi dampak yang sangat
besar bagi kemajuan praktek yang menyimpang ini, mereka menjadi percaya diri dan
berani untuk mempublikasikan orientasi seks mereka yang tidak lazim, terlebih
lagi dengan hasil penelitian menjadi bantuan bagi mereka bahwa perilaku yang
mereka lakukan adalah kewajaran. Celakanya PGI menyatakan bahwa praktik ini
merupakan tindakan yang tidak menyimpang dan tidak dilarang Tuhan, tentu
pernyataan ini memicu berbagai tanggapan dari kalangan orang Kristen, karena
PGI sudah menggeser otoritas dari Alkitab sebagai Firman Tuhan yang mutlak dan
kebenaran. Walau PGI sudah menyatakan demikian, sebagai orang Kristen yang
menjunjung tinggi Alkitab sebagai Firman Tuhan, dengan yakin menyatakan bahwa
LGBT atau homoseksual merupakan tindakan yang menyimpang karena sudah ada
tercatat dalam Alkitab bahwa tindakan ini memicu murka Allah. Sebagai umat-Nya
yang telah mendapat kasih karunia untuk mendapat keselamatan melalui Yesus
Kristus, harus dapat membimbing para pelaku atau anggota dari LGBT untuk dapat
bertobat,menjelaskan secara teologis untuk hidup kudus dan memberi pengertian
bahwa hal yang telah ia lakukan adalah dosa yang berujung maut apabila tetap
berkecimpung dalam praktek tersebut.
Kata kunci : LGBT,
Pernyataan PGI, Pembimbingan bagi kaum/anggota LGBT secara teologis.
BAB I
LATAR BELAKANG
MASALAH
Pada
pertengahan tahun 2015, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menyetujui
pernikahan sejenis dengan berkata, “Same-Sex copules should be able to
get married”, pernyataan tersebut kemudian diperkuat melalui keputusan
Mahkamah Agung Amerika Serikat yang juga menyetujui pernikahan sejenis melalui
cara pemungutan suara. Gereja-gereja pun mulai melegalkan pernikahan sejenis,
seperti misalnya beberapa Gereja Anglikan, Metodis, Presbetarian, Lutheran,
serta Baptis.[1]
Banyak hal yang
terjadi dengan adanya peryataan yang di presentasikan oleh Negara berkelas
seperti Amerika Serikat. Memiliki pengaruh yang kuat hingga menyebabkan
Gereja-Gereja pun turut melegalkan pernikahan sejenis, menyetujui perilaku
LGBT.
Pdt. Ferry Yang[2] dalam bukunya yang
berjudul “Pendidikan Kristen” memuat sebuah kasus yang terjadi di dalam Gereja
Baptis Union. Charles Spurgeon seorang pengkhotbah terbesar di Baptis Union
saat itu. Setiap kali dia berkhotbah di hari minggu, 20.000 orang yang datang
mendengarkan.[3] Namun, sejarah mengukir
catatan lain Spurgeon harus dengan sedih meninggalkan Gerejanya tersebut karena
Gereja tersebut telah berkompromi dengan LGBT.
Michael L. Brown dalam bukunya memuat sebuah kasus yang
terjadi oleh dalam sebuah Gereja.
Bobby Griffith yang adalah anak kesayangan ibunya
bernama Marry, anak laki-laki yang sempurna yang dibesarkan dilingkungan yang
sangat religius di Walnut Creek, California. Tetapi Bobby juga adalah Gay. dia
bergumul dengan konflik yang dialaminya. Bobby berterus terang kepada
orangtuanya. Marry, Ibu bobby memandang kepada pengajaran fundamentalis
gerejanya, berusaha menyelamatkan anak laki-lakinya dari apa yang dia anggap
dosa yang tidak dapat di tebus. Tetapi ketika Marry menyadari bahwa anaknya
sudah tidak bisa di tolong. Dia menolak Bobby, tidak mengakui Bobby sebagai
anaknya.[4]
Di Indonesia
topik LGBT merupakan diskusi hangat yang masih dibahas, dijabarkan, dan dipresentasikan.
Dalam perkembanganya isu perilaku ini bahkan telah sampai di Gereja-Gereja di
Indonesia, alhasil ada yang pro dan ada juga yang kontra.
Menurut sukanto
mereka menderita konflik batinniah yang menyangkut identitas diri yang
bertentangan dengan identitas sosial sehingga ada kecenderungan untuk mengubah
karakteristik seksualnya. Ada rasa tidak nyaman dari kehadiran kaum
homoseksualitas ditengah-tengah lingkungan masyarakat, oleh karena identitas
mereka yang bertentangan dengan identitas masyarakat pada umumnya.[5]
Jelas, sebagai
masyarakat patut mempermasalahkan keberadaan mereka kaum LGBT di tengah-tengah
lingkungan masyarakat, keberadaan mereka dipermasalahkan khususnya karena
karakteristik seksual mereka yang dianggap tidak sesuai dengan
karakteristik seksual yang seharusnya ada atau yang terdapat pada masyarakat
pada umumnya.
Semua bermula
ketika gereja di Indonesia diguncang dengan Pernyataan Pastoral PGI
tentang LGBT. Dokumen tersebut diterbitkan dengan pengantar No:
360/PGI-XVI/2016, tanggal 17 Juni 2016, yang atas nama MPH PGI, ditanda tangani
oleh Ketua Umum: Pdt. Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang, dan Sekretaris Umum:
Pdt. Gomar Gultom dalam isi surat tersebut dengan jelas PGI tidak m
elarang praktik LGBT, malah PGI mentuturkan kepada seluruh Gereja Tuhan di
seluruh Indonesia supaya menerima mereka. Tidak mempersoalkan keberadaan dari
kaum LGBT.[6] MPH PGI mengutip ayat-ayat Alkitab berikut ini:
a. Hak. 3 : 7
b. II Raj. 23 : 4
c. Ul. 23 : 17-18
d. Rom. 1 : 23 – 32
e. Kej.19 : 5 – 11
f. Hak. 19 : 1-30
g. Im.18 : 22 ; 20:13
h. I Kor. 6 : 9 – 10
i. I Tim. 1 : 10.
Dan
menyimpulkan bahwa ayat-ayat tersebut sama sekali tidak menyatakan LGBT sebagai
perilaku seksual yang menyimpang dan dilarang oleh Allah.[7] Tentu hal ini
menunujukkan sebuah tindakan pemberontakan terhadap Firman Allah. Karena Firman
Allah adalah otoritas tertinggi yang harus dipegang oleh setiap orang percaya,
bahkan semua Gereja Tuhan harus harus takluk dibawah otoritas Firman Allah.
Pengakuan demikian tentu bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Rasul
Paulus yang ditulisnya kepada. Timotius (II Tim. 3 : 16). Pernyataan PGI di
atas akan berakibat fatal, seperti tidak mengakui akan otoritas Alkitab dan
juga tidak mengakui pengilhaman Alkitab secara komprehensif, tidak mengakui
akan peran Roh Kudus yang adalah penulis Alkitab pertama. Tidak tunduk dan
setia akan apa yang dikatakan oleh Alkitab.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sejarah LGBT
Di
Indonesia LGBT muncul sejak era 1960-an setelah di dunia ramai isu persamaan
legalitas kaum LGBT. Baru pada tahun 2000 LGBT mulai melejit eksistensinya
hingga sekarang. Organisasi dan avokasi LGBT di Indonesia kali adalah Hiwad
(Himpunan Wadam Jakarta). Pada tahun 1986 berdiri parlesin (Persatuan Lesbian
Indonesia).[8] pada tahun 1990-an
semakin banyak organisasi serupa yang berdiri. Dimana kebanyakan pendirian
organisasi mereka berkedok emasipasi wanita.
Definisi secara umum LGBT.[9]
· Lesbian : perempuan yang memiliki dorongan seksual dan
ketertarikan emosional dengan perempuan lain.
· Gay : laki-laki yang memiliki dorongan seksual dan
ketertarikan emosional dengan laki-laki lain. Istilah ini kadangkala digunakan
untuk semua golongan homoseksual (Lesbian atau Gay).
· Biseksual : orang yang memiliki dorongan seksual dan ketertarikan
emosional dengan lawan jenis maupun sesame jenis.
· Transeksual : orang yang memiliki hasrat yang kuat untuk mengambil
karakteristik fisik maupun peranan gender dari jenis kelamin yang berbeda.
Misalnya, laki-laki yang menjalani operasi kelamin atau penyuntikan hormon
wanita memperbesar.
· Intersex : orang yang anatomi tubuh atau pola kromosomnya tidak sepenuhnya selaras
dengan pembedaan baku antara laki-laki dan perempuan.
· Queer : sebuah istilah untuk memayungi seluruh komunitas LGBT.
Argumentasi Pembenaran LGBT
LGBT DISEBKAN OLEH FAKTOR GENETIS
Baik
kaum pro dan kontra mereka menaruh memiliki alasan untuk membenarkan
argumentasi mereka, mereka mendasarkan pandangan mereka pada “Natur”. Dibalik
upaya demikian ada suatu maksud tersirat untuk menyatakan bahwa perilaku
demikian adalah natur.
Handoko
berkata: Salah satu topik hangat dalam polemik seputar homoseksualitas adalah
dugaan adanya faktor genetis di balik perilaku demikian. Beberapa riset
dijejaki untuk menjejaki kemingkinan tersebut.[10] Beberapa riset medis dilakukan untuk menjejaki kemungkinan
tersebut. Beberepa yang dikonsumsi publik memberi kesan bahwa homoseksualitas
memang dipengaruhi (ditentukan) oleh faktor biologis dalam tubuh manusia.
Penelitian
yang paling menonjol dan dianggap sangat menguntungkan kaum homoseksualitas
adalah penelitian yang dilakukan oleh seorang pria berkebangsaan Amerika
Serikat, Dean Hammer, seorang ahli genetika pada tahun 1993.[11] Dukungan medis terhadap homoseksualitas menunjukkan bahwa LGBT memang
berbeda dengan yang lain. Jadi, penggunaan riset ilmiah oleh para
pendukung homoseksualitas bertujuan untuk menunjukkan bahwa gaya hidup
homoseksual bukanlah sebuah pilihan melainkan suatu kondisi pembwaan atau sudah
sejak lahir memiliki gaya hidup demikian.
Penelitian ini
dilakukan oleh seorang yang bernama Simon LeVay.[12] Simon melakukan penelitian ini terhadap bebrapa mayat yang meninggal
karena berbagai faktor. Simon menalaah isu tersebut berdasarkan struktur otak
(secara neuroanatomis) dari hasil penelitian tersebut simon menyimpulkan bahwa
memang benar. LGBT itu memang disebabkan oleh faktor genetis. Karena telah
terstruktur dalam orak manusia.
Berbagai dukungan yang telah dilakukan kepada perilaku
ini, jelas adalah tindakan pro kepada LGBT
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam Bab ini,
topik ini akan di lihat, diperiksa melalui apa yang tertulis di Alkitab.
Khususnya topik ini akan di tinjau dari segi penciptaan yang adalah “Model
Permanen”.
PENCIPTAAN SEBAGAI MODEL PERMANEN
Manusia
Tuhan
tidak pernah menciptakan manusia sebagai mahkluk homoseksual. Tuhan menciptakan
menusia secara heteroseksual. Tuhan mengkreasi manusia laki-laki dan perempuan.
Allah hanya mengkresikan dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan. Penetapan Allah hanya ada dua jenis kelamin dan ini sudah
menjadi model permanen. Manusia menjadi hasil kreasi Allah yang di bangun
sesuai dengan kehendakNya. Untuk menjadi serupa dan segambar dengan
Dia ;”Imago Dei.[13]” Dari semula saat
penciptaan Allah hanya menetapkan dua jenis kelamin, saat Allah mengkreasi
manusia Allah juga hanya menetapkan hubungan heteroseksual kepada ciptaanNya.
Allah memberikan saarana kepada ciptaanNya untuk bertambah banyak dan dapat
memenuhi itulah yang dikatakan oleh Alkitab.
Seksual
Hubungan
seksual gambar hubungan antara Krsitus dan GerejaNya yang penuh keintiman.
Dalam PL kebenaran yang saya sampaikan diatas muncul secara eksplisit dalam
berbagai bagian Firman Tuhan.[14] Dalam Perjanjian Lama,
(Yesaya 62: 5) Kata Yada yang untuk menjelaskan hubungan seksual
antara suami isteri seperti yang tertera dalam kej 4. : 1., Hos. 2 :
18-19 Secara implisit juga mau menjelaskan hubungan antara Allah dengan
umat-Nya. Allah menkreasikan hubungan seksual untuk bersama (dalam hal ini
telah menikah).
Stevanus
Parinussa dalam bukunya menuturkan hal senada, hubungan intim seksual sesama
jenis dilarang oleh Allah (Im. 18:22; 20:13; Rm. 1:21-27; 1 Kor. 6: 9-10)
Alkitab mencela praktek homoseksualitas sebagai suatu penyimpangan dan
mengaskan pernikahan sebagai hubungan yang unik antara pria dan wanita.[15]
Konklusi
Firman Tuhan
harus menjadi standar kebenaran yang mutlak ! Allah hanya menciptakan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan dengan orientasi seksual heteroseksual bukan
homoseksual. Hasil-hasil penelitian yang ingin membuktikan bahwa LGBT bersifat
biologis masih terdapat beberapa kendala mulai dari data-data riset yang tidak
memumpuni samapi kepada hasil penelitian yang dilakukan.
Model
penciptaan adalah gambaran yang paling tepat untuk dijadikan sebagai penilaian
terhadap praktik LGBT ini. Kaum LGBT Mengakui bahwa perilaku tersebut bersifat
genetis, perilaku LGBT disebabkan oleh otak, otak yang memotorik perilaku
demikian. Tetapi peryataan tersebut jelas telah melanggar apa yang
menjadi standar kebenaran Alkitab. Perilaku demikian jika dicermati secara baik
sikap ini adalah sebuah percobaan pemerkosaan terhadap kebenaran Alkitab,
perilaku demikian adalah jenis praktik pemberontakan terhadap kehendak Allah
yang telah ditentukan oleh Allah pada mulanya bagi manusia. Seks adalah
anugerah dari Allah (Kej. 1 : 28) dan sekaligus adalah juga berkat keturunan.
Perilaku demikian memiliki dua sasaran ingin merusak pola dan tujuan Allah
kepada manusia.
Dosa adalah
akar dari segala problem ini. Sejak kejatuhan manusia kedalam dosa Alkitab
sendiri merekam beberapa masalah seputar seksualitas. Yang berubah dari
heteroseksual kepada homoseksual. (Kej. 19: 5) (Im, 18: 22). Begitu juga yang
disetir oleh para penulis Perjanjian Baru terkait dengan masalah-masalah seksualitas
(Rom. 1: 27-28; 1 Kor. 6: 9). Dosa telah masuk kedalam dunia dan telah merusak,
mengaburkan kebenaran ideal.
Dan akibat dari
setiap dosa adalah “Kamtian” (Rom. 6: 23) tetapi, Allah pun menyediakan solusi
bagi manusia yaitu dengan pengurbanan Yesus Kristus (Yoh. 3 : 16). Termasuk
kaum LGBT, Kristus pun telah berkurban bagi mereka. Allah begitu mengasihi
manusia, Allah ingin agar manusia itu memiliki kembali hubungan yang harmonis
dengan Allah. kasih Karunia yang diberikan Allah kepada manusia jelas adalah
pemberian terbaik.
Ciptakan Atmosfer Baru
Melihat secara
teologis jelas perilaku LGBT adalah sebuah dosa, dosa adalah pelanggran
terhadap hukum Allah. Menyebutkan perilaku LGBT adalah Dosa ialah “KEBENARAN”
mutlak dan Gereja harus berpijak di atas “KEBENARAN” menjadi pemberita
kebenaran. Tapi ingat Gereja juga memiliki tugas yaitu memberitakan berita
‘KASIH”. Allah begitu mengasihi manusia sehingga Ia memberikan Anak-Nya Yesus
Kristus kepada dunia untuk memulihkan manusia dari lilitan Dosa. Sebagai
gereja, ingat kebenaran dan kasih harus segerbong setiap orang percaya harus
produktif menjadi berkat dan itu harus di alami oleh setiap Gereja
Tuhan. Sikap Yesus kepada perempuan yang tertangkap basah
berzinah(Yoh. 8: 11) patut menjadi ilustrasi keseimbangan yang baik.
Memberitahukan kepada mereka bahwa Dosa LGBT tidak lebih menjijikan dari pada
dosa-dosa lain; dosa zinah, dosa Pembunuhan. Semua dosa impliaksinya adalah
“MAUT.”
Pendampingan Pastoral Bagi Kaum LGBT
Kaum LGBT
adalah suatu kondisi penyimpangan seksual yang merefleksikan kerusakan dari
dunia kita yang penuh dosa.[16] Gereja harus menerima
mereka yang bagi mereka juga Kristus telah mati di kayu salib. Gereja harus
dengan penuh pengertian, sabar melayani mereka sebagaimana pelayanan kepada
orang berdosa lainnya. Injil kasih karunia harus diberitakan kepada mereka juga
bahwa kematian Kristus memberikan mereka pengampunan dari dosa-dosa mereka.
Kaum LGBT harus dipimpin, dilayani bukan dihakimi, dimarahi ataupun
dilantarkan. Gereja harus merangkul, mengayomi mereka untuk kembali dari
kejatuhan mereka kedalam dosa, utnuk berbalik dan percaya kepada Kristus Yesus
yang telah mati bagi mereka juga.
BAB IV
KESIMPULAN
LGBT adalah perilaku seksual yang telah menyimpang dari kebenaran sejati segala
penyimpangan dari Firman Allah adalah Dosa. Kebanaran secara tegas menyatakan
bahwa perilaku homoseksualitas adalah kekejian di mata Allah. Riset-riset
ilmiah yang dikerjakan oleh para Medis memiliki tujuan untuk membutikan bahwa
perilaku LGBT berifat genetis. Namun, terdapat beragam kelemahan dalam usaha
ini.
Sebagai Gereja
Tuhan inilah tantangan yang sedang dan akan kita hadapi. Apapun yang terjadi
sebagai Gereja Tuhan harus berpijak diatas Kebenaran. tanpa ada kompromi
terhadap dosa apapun itu.
Dan sebagai
Gereja kita juga memiliki tanggungjawab yaitu tetap memberitakan berita
keselamatan, penebusan akan dosa-dosa kita yang dilakukan oleh Yesus Kristus.
Bahwa Kristus telah mati dan telah menebus kita oran percaya termasuk kaum
LGBT.!
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko,Tri
Yakub Memikirkan Ulang Homoseksualitas, (Surabaya: Gratia
Fide, 2016)
2. Yang,
Ferry Pendidikan Kristen, (Surabaya: Momentum, 2018)
3. Brown,
Michael Bisakah Gay dan Kristen, (Jakarta Utara: Nafiri 2015)
4. Sukanto, Sosiologi
Suatu Pengantar, (Jakarta: Grafindo Persada, 2010)
5. Wijaya
Andik, Urgensi Pelatihan Tentang LGBT Mewaspadai Gerakan LGBT di Dalam
Gereja, (Surabaya: Yada Institut, 2018)
6. Linda
Latif, Awas LGBT mengincar anak-anak Kita, (Jakarta: Pustaka Media
Guru, 2016)
7. Chuck Stewart, Homoxeuality and law: A Dictionary (Santa
Barbara/Denver/Oxford: ABC-CLO, 2001)
8. Kompas TV Makalah Judul “Menalar LGBT diluar Perspektif Agama,
Bagaimana Genetika Melihatnya” Dipublikasikan 18 Januari 2018.
9. Purwanto, Jurnal Judul “Kajian Tentang LGBT Kajian Dari
Perspektif Teologis Dan Pendektan Pastoralia.”
10. Wijaya, Andik Membongkar dosa mematikan
kebebasan seksual, (Surabaya: Yada Institut, 2010)
11. Parinussa, Stevanuss Teologi Pendidkan keluarga, (Malang:
Steviera Literatur, 2019)
12. Committee to Study Homosexuality Christian Reformed Church In North
America, Pastoral Care for Homosexual Members: Part 2. (Christian
Reformed Church In North America, 1999)
[1]Yakub Tri Handoko, Memikirkan
Ulang Homoseksualitas, (Surabaya: Gratia Fide, 2016) i.
[2]Pdt. Ferry yang adalah seorang pendidik Kristen. Seorang konsultan dan trainer
dengan pengalaman hampir 15 tahun di dunia pendidikan. Keahlian beliau
adalah filsafat pendidikan, desain dan pengembangan kurikulum,
kepemimpinan dan managemen sekolah.
[3] Ferry Yang, Pendidikan
Kristen, (Surabaya: Momentum, 2018) 321.
[4]Michael L. Brown, Bisakah
Gay dan Kristen, (Jakarta Utara: Nafiri 2015) 16-17.
[5]Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Grafindo
Persada, 2010) 334-337.
[6]Andik Wijaya, Urgensi
Pelatihan Tentang LGBT Mewaspadai Gerakan LGBT di Dalam Gereja, (Surabaya:
Yada Institut, 2018) 1
[8]Linda Latif, Awas LGBT
mengincar anak-anak Kita, (Jakarta: Pustaka Media Guru, 2016) 7
[9]Chuck Stewart, Homoxeuality and law: A Dictionary (Santa
Barbara/Denver/Oxford: ABC-CLO, 2001)
[10]Yakub Tri Handoko, Memikirkan
Ulang Homoseksualitas, (Surabaya: Gratia Fide, 2016)
[11]Kompas TV Makalah Judul “Menalar LGBT diluar Perspektif Agama,
Bagaimana Genetika Melihatnya” Dipublikasikan 18 Januari 2018.
[12]Yakub Tri Handoko, Memikirkan
Ulang Homoseksualitas, (Surabaya: Gratia Fide, 2016) 30-31
[13]Purwanto, Jurnal Judul
“Kajian Tentang LGBT Kajian Dari Perspektif Teologis Dan Pendektan Pastoralia.”
[14]Andik Wijaya, Membongkar dosa mematikan kebebasan seksual, (Surabaya:
Yada Institut, 2010) 16
[15]Stevanus Parinussa, Teologi Pendidkan keluarga, (Malang:
Steviera Literatur, 2019) 25
[16] Committee to Study Homosexuality Christian Reformed
Church In North America, Pastoral Care for Homosexual Members: Part 2. (Christian
Reformed Church In North America, 1999) 257.
0 Komentar