Apakah benar orang Kristen adalah orang yang paling malang? (1 Korintus 15:19)


  


Terdapat beberapa bagian Alkitab yang cukup membingungkan untuk direnungkan, untuk itu dibutuhkan penafsiran dengan mengetahui konteks yang dimaksudkan dalam teks tersebut. Seperti halnya dalam 1 Korintus 15:19

“jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”

Benarkah demikian kita adalah orang yang paling malang? Jika tidak bagimanakah penjelasannya? Berikut pembahasannya.

 

1.      TUJUAN PENULISAN.

Tujuan Rasul Paulus menuliskan surat 1 Korintus ialah untuk menyelesaikan persoalan serta untuk membetulkan masalah serius yang dihadapi oleh jemaat di Korintus yang telah diberitahukan kepadanya. Salah satunya ialah masalah kebangkitan seperti yang ia bahas dalam pasal 15.[1] Karena dalam surat Korintus terdapat banyak persoalan dalam berbagai hal dan pengajaran, seperti problem mengenai kesatuan, dosa,  perceraian, perselisihan atas pengajaran, wanita dalam ibadah, spiritualitas serta tentang kebangkitan. Hal-hal ini meliputi pelanggaran yang dianggap remeh oleh orang Korintus, tetapi dianggap sebagai dosa serius bagi Paulus. Karena itulah Rasul Paulus menghendaki agar persoalan dan berbagai problem itu dapat diatasi dengan menuliskan surat Korintus. Selain itu Rasul Paulus juga memberikan bimbingan dan intruksi atas berbagai pernyataan yang telah di tulis oleh orang Korintus. Hal-hal ini meliputi soal doktrin dan juga perilaku dan kemurnian sebagai perorangan dan sebagai jemaat.[2]

2.      KONTEKS AYAT 1 KORINTUS 15:19

Dalam pasal ini Rasul Paulus ingin berbicara mengenai kebangkitan Kristus yang pada waktu itu menjadi problema dalam jemaat Korintus. Karena beberapa orang tidak percaya akan kebangkitan tubuh. Rasul Paulus menjawab mereka dengan empat hal, yaitu: penyangkalan terhadap kebangkitan orang percaya berarti menyangkal Kristus dan iman Kristen, diatas kebangkitan Kristus orang percaya juga ikut dibangkitkan dan segala sesuatu akan ditaklukan kepada Kristus, bentuk kehidupan yang lebih tinggi berasal dari kematian yang lebih rendah, kebangkitan akan terjadi saat parousia dan berdasarkan hal ini Paulus menasehati jemaat untuk menekuni dalam karya Allah. Kebangkitan membuktikan bahwa kebenaran itu lebih kuat dari pada dusta. Jika tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan sehingga sia-sialah pemberitaan rasuli dan semua orang masih hidup dalam dosa dan akan binasa.

Namun Paulus menjelaskan bahwa kristus benar-benar bangkit dari antara orang mati dan Ia merupakan yang sulung dari antara orang mati yang dibangkitkan. Setiap orang yang percaya akan kebangkitan-Nya akan menerima kebangkitan bersama-sama dengan Dia, bahkan juga mendapat kemuliaan bersama-sama dengan Dia.[3]

3.      LATAR BELAKANG TEKS

            Korintus merupakan sebuah kota kuno di Yunani, dalam banyak hal merupakan kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus. Seperti halnya banyak kota yang makmur pada masa kini, Korintus menjadi kota yang angkuh secara intelek, kaya secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota ini yang terkenal karena perbuatan cabul dan hawa nafsu.

Bersama dengan Priskila dan Akwila dan rombongan rasuli sendiri, Paulus mendirikan jemaat Korintus itu selama delapan belas bulan pelayanannya di Korintus pada masa perjalanan misinya yang kedua. Jemaat korintus terdiri dari beberapa orang Yahudi tetapi kebanyakan adalah orang yang bukan Yahudi yang dahulu menyembah berhala. Setelah Paulus meninggalkan Korintus, berbagai macam masalah timbul dalam gereja yang masih muda itu, yang memerlukan wewenang dan pengajaran rasuli melalui surat-menyurat dan kunjungan pribadi.

Surat 1 Korintus ditulis selama tiga tahun pelayanan di Efesus pada waktu perjalanan misi yang ketiga. Berita mengenai masalah-masalah jemaat di Korintus terdengar oleh Paulus di Efesus; setelah itu jemaat Korintus menyampaikan sepucuk surat kepada Paulus yang memohon petunjuk atas berbagai persoalan. Sebagai tanggapan berita dan surat yang diterima dari Korintus, Paulus menulis surat ini.

Dalam bantahannya terhadap penyangkalan kebangkitan, Paulus mulai merangkai berbagai kesimpulan logis ajaran itu dengan menaruh dalam satu garis kebangkitan Kristus dan kebangkitan orang percaya. Jika tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus tidak benar-benar bangkit. Dan jika demikian maka pemberitaan rasuli dan iman mereka sia-sia. Dengan ini terdapat konsekuensi bagi para rasul maupun orang percaya. Dimana para rasul dianggap sebagai saksi palsu dan konsekuensi orang percaya. Jika Kristus tidak bangkit, maka mereka masih hidup dalam dosa dan orang yang telah mati didalam Kristus akan binasa. Dan pada bagian ini Paulus menghubungkan erat antara kebenaran penyaliban dan kebangkitan.[4]

            Hal terpenting untuk diingat bahwa jemaat Korintus tidaklah mengingkari Kebangkitan Kristus; yang mereka ingkari adalah kebangkitan tubuh; dan hal yang terus ditegaskan Paulus adalah bahwa jika seseorang mengingkari kebangkitan tubuh, maka ia pun telah mengingkari kemungkinan akan kebangkitan Yesus Kristus, dan itu berarti mengosongkan berita kristiani dari kebenarannya dan mengosongkan kehidupan kristiani dari realitasnya.      [5]

Pasal 15 dalam surat Korintus adalah pasal terpenting dan sekaligus tersulit dalam Perjanjian Baru. Tidak hanya pasal ini pada dirinya sendiri sulit, tetapi pasal ini juga telah memberi sebuah frasa pada pengakuan iman, yang mana banyak orang mengalami kesulitan yang berat dalam mengamini, karena dari pasal inilah dapat diperoleh sebagian besar gagasan mengenai kebangkitan tubuh. Pasal ini akan menjadi jauh lebih mudah jika latar belakangnya diketahui serta dipelajari, dan bahkan frasa yang menyulitkan itu akan menjadi jauh lebih jelas dan sungguh-sungguh dapat diterima ketika sudah menyadari apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Paulus mengenai hal itu.

Pada zaman Paulus, agama Kristen sering kali meyebabkan penganiayaan terhadap seseorang, pengasingan dari keluarga dan dalam banyak kasus, kemiskinan. Hanya ada sedikit keuntungan nyata kalau menjadi seorang Kristen dalam masyarakat tersebut. Sudah pasti itu tidak membuat orang naik tingkat sosial atau karirnya. Yang lebih penting adalah fakta bahwa jika Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, orang-orang Kristen tidak akan diampuni dari dosa-dosa mereka atau memiliki pengharapan akan kehidupan kekal. Jika apa yang dipercayai orang Kristen adalah kebohongan, kita patut dikasihani karena akan mengalami penderitaan sia-sia. Untungnya tidaklah seperti itu keadaannya.[6]

4.      Lalu apakah yang dimaksud paulus dalam 1 Korintus 15:19?

Dalam bagian ini Rasul Paulus membahas tentang kebangkitan Kristus, dan kebangkitan orang-orang percaya. Dimana Kristus telah bangkit dari antara orang mati, bahkan Ia telah menampakkan dirinya kepada orang banyak sebelum Ia terangkat ke surga. Namun banyak dari orang-orang di Korintus  yang mengatakan bahwa tidak ada kebangkit tubuh. Sehingga dengan demikian otomatis jika seseorang mengingkari kebangkitan tubuh, ia pun telah mengingkari kemungkinan akan kebangkitan Kristus. Dan dengan demikian itu berarti mengosongkan berita kristiani dari kebenarannya dan mengosongkan kehidupan kristiani dari realitanya.

Dalam 1 Korintus 15:19, Rasul Paulus berbicara mengenai orang yang paling malang di dunia ini. (artinya paling sial, paling celaka, paling bodoh). Yaitu orang yang hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus. Menaruh hidup pada Kristus tentu baik dan jauh lebih lumayan daripada tidak percaya sama sekali kepada-Nya.[7] Tetapi jika hanya menaruh pengharapan kepada Kristus tanpa menaruh iman percaya kepada-Nya serta mengakui kebangkitannya maka harapan itupun akan sia-sia belaka.[8]

Tanpa kebangkitan, segala aspek lain dari Kekristenan ambruk. Jika Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, seperti yang telah dikatakan Paulus maka kita tidak mempunyai pengharapan, dan tidak hanya itu, kita adalah orang yang paling layak dikasihani di antara semua orang—kita adalah orang gila, kita adalah orang-orang bodoh, kita harus dikurung disuatu tempat, jika Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati.[9]

Tanpa kebangkitan maka semua, orang percaya yang beranggapan bahwa mereka akan mati dalam Kristus sambil mengharapkan kebahagiaan dari kebangkitan benar-benar binasa. Kesimpulan pahit yang timbul adalah bahwa menolak kebangkitan menjadikan Kristen sebagai orang-orang paling malang dari segala manusia. Sekarang ini mereka menderita karena iman yang hanya khayalan saja.[10]

Tujuan hidup ini bukanlah hanya sekedar kefanaan sendiri namun harus mencakup Allah. Allahlah sumber, isi, dan arah kehidupan. Jika hidup ini hanya sebatas kefanaan, maka kita orang yang paling malang di dunia ini karena setelah hidup ini berakhir, tidak ada apa-apa lagi yang dimiliki. Melalui Kristuslah Allah menjadi dekat dan akrab dengan kita.[11]  

Bila hanya hidup ini saja yang ada, maka mereka yang telah mempertaruhkan segala-galanya didalam iman kepada Kristus adalah orang yang paling malang dari segala manusia.[12] Sungguh Kepenuhan yang sia-sia yang ditawarkan oleh kekristenan bila kepenuhan dalam Kristus yang dialami sekarang tidak akan pernah disingkapkan di dalam kemuliaan yang penuh.[13]

5.      Apakah yang dimaksud Paulus dengan ungkapan “kitalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia?”

Yang dimasudkan Paulus ialah bahwa jika Kristus tidak bangkit, maka kita adalah orang yang paling kasihan dari pada semua orang. Karena untuk apa kita memiliki iman kepada orang yang mati? Dan kitapun akan tetap menjadi manusia yang berdosa dan binasa. Jika Kristus tidak dibangkitkan maka orang-orang yang percaya kepada Kristus tidak akan berolah pengharapan dalam keselamatan dan dengan demikian maka kebenaran yang diberitakan oleh orang Kristen ialah kebohongan semata dan segala penderitaan yang dialami dalam mengabarkan Injil adalah kesia-siaan belaka. Dengan menolak kebangkitan membuat orang Kristen menjadi orang yang paling malang di dunia ini. Namun dalam kata sebelumnya, Rasul Paulus menyebutkan bahwa “jikalau” yang menunjukkan pada sebuah syarat dan jika terpenuhi maka akan mengakibatkan sebab akibat menjadi sesuatu yang benar. Sehingga bukan orang percaya yang malang tetapi orang yang tidak mempercayai kebangkitan. Namun jika kita percaya akan kebangkitannya dan menaruh harap akan hidup yang akan datang bersama dengan Dia, maka kita bukanlah orang yang malang.

6.      Apakah benar bahwa kita adalah orang yang malang?

Pernyataan ini Salah. Kita adalah orang yang paling beruntung, karena kita selain menaruh pengharapan kepada Kristus kita juga percaya bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Dengan kebangkitan Kristus segala dosa-dosa kita telah dihapuskan sehingga kita beroleh keselamatan.

Pernyataan ini benar jika memang Kristus tidak dibangkitkan. Karena jika Kristus tidak dibangkitkan maka kepercayaan kita akan sia-sia, segala dosa-dosa kita tetap ada dan orang yang telah mati dalam Kristus akan binasa. Namun yang benar ialah Kristus telah bangkit, maka kita bukanlah orang yang paling malang namun orang yang paling beruntung.

 

DAFTAR PUSTAKA

Guthrie, Donald. 2013. Pengantar Perjanjian Baru Volume 2. Surabaya: Momentum.

Barclay, William. 2008. Pash Surat 1&2 Korintus. Jakarta: Gunung Mulia.

Anderson, Roger Dean. 2018. Tafsir Perjanjian Baru Surat 1 Korintus. Surabaya: Momentum.

Darmaputra, Eka. 2008. Spiritualitas Siap Juang. Jakara: Gunung Mulia.

Stedman, Ray C.. 2009. Petualangan Menjelajahi Perjanjian Baru: Panduan Membaca Alkitab Dari Matius Hingga Wahyu. Jakarta: PT Duta Harapan Dunia.

Kristanto, Billy. 2006. Ajarlah Kami Bertumbuh: Refleksi atas Surat 1 Korintus. Surabaya: Momentum.

Kim, Woo Young. 2005. Yesuslah Jawaban: Kumpulan Khotbah. Jakarta: Gunung Mulia.

Calvin, Yohanes. 2008. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Jakarta: Gunung Mulia.

Boland, Dr. B. J.. 2007. Intisari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ismail, Andar. 2008. Selamat Paskah: 33 Renungan Tentang Paskah. Jakarta: Gunung Mulia.

Darmaputra, Eka. 2008. 365 Anak Tangga Menuju Hidup Berkemenangan. Jakarta: Gunung Mulia.

_____. 2014. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan Seri: Life Application Study Bible. Malang: Gandum Mas.

Pfitzner, V. C. 2010. Ulasan Atas 1 Korintus: Kesatuan Dalam Kepelbagiaan.Jakarta: BPK Gunung Mulia.

 



[1] Donald Guthrie. 2013. Pengantar Perjanjian Baru Volume 2. Surabaya: Momentum. Hal 53

[2] William Barclay. 2008. Pash Surat 1&2 Korintus. Jakarta: Gunung Mulia. Hal. 245-265.

[3] V. C Pfitzner. 2010. Ulasan Atas 1 Korintus: Kesatuan Dalam Kepelbagiaan.Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 302-308.

[4] Roger Dean Anderson. 2018. Tafsir Perjanjian Baru Surat 1 Korintus. Surabaya: Momentum. Hal. 369.

[5] Yohanes Calvin. 2008. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Jakarta: Gunung Mulia. Hal. 213- 222.

[6] _____. 2014. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan Seri: Life Application Study Bible. Malang: Gandum Mas. Hal. 2442

[7] Eka Darmaputra. 2008. Spiritualitas Siap Juang. Jakara: Gunung Mulia. Hal. 197.

[8] Eka darmaputra. 2008. 365 Anak Tangga Menuju Hidup Berkemenangan. Jakarta: Gunung Mulia. Hal. 12-13.

[9] Ray C. Stedman. 2009. Petualangna Menjelajahi Perjanjian Baru: Panduan Membaca Alkitab Dari Matius Hingga Wahyu. Jakarta: PT Duta Harapan Dunia. Hal. 135.

[10] Billy Kristanto. 2006. Ajarlah Kami Bertumbuh: Refleksi atas Surat 1 Korintus. Surabaya: Momentum. Hal. 301-310.

[11] Woo Young Kim. 2005. Yesuslah Jawaban: Kumpulan Khotbah. Jakarta: Gunung Mulia. Hal. 26-29.

[12] Dr. B. J. Boland. 2007. Intisari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 85-86.

[13] Andar Ismail. 2008. Selamat Paskah: 33 Renungan Tentang Paskah. Jakarta: Gunung Mulia. Hal 76-77.

 

Posting Komentar

0 Komentar